Artikel Opini
Beranda » Wajib Tahu! Berikut 44 Asas Hukum Yang Digunakan di Indonesia

Wajib Tahu! Berikut 44 Asas Hukum Yang Digunakan di Indonesia

Ilustrasi asas hukum. (Foto: Alex Cahyono/Bicarablitar.com)

Secara istilah, kata “asas” memiliki dua makna utama. Pertama, ia merujuk pada dasar atau fondasi. Kedua, “asas” berarti suatu kebenaran yang menjadi pijakan utama dalam berpikir atau berpendapat.

Menurut Tesaurus Bahasa Indonesia, “asas” memiliki arti sebagai berikut: (1) akar, dasar, fondasi, landasan, prinsip, pokok, tiang, dan istilah lain yang menunjukkan dasar atau penopang utama; (2) norma, kaidah, pedoman, hukum, atau aturan yang menjadi acuan. Dalam bahasa Inggris, kata “asas” biasanya diterjemahkan sebagai principle atau principality.

Sebaliknya, istilah principle juga dapat diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai asas atau dasar. Oxford Dictionary mendefinisikan principle sebagai: (1) aturan moral atau keyakinan kuat yang memengaruhi tindakan seseorang; dan (2) kebenaran umum yang mendasar.

Adakan Pawai Obor Yayasan Pondok Darur Roja Gandeng Berbagai Elemen Masyarakat

Satjipto Rahardjo, menyatakan asas hukum, bukan peraturan hukum. Namun, tidak ada hukum yang bisa difahami tanpa mengetahui asas – asas hukum yang ada didalamnya. Karena asas hukum ini memberi makna etis kepada peraturan – peraturan hukum dan tata hukum.

Ia, selanjutnya mengibaratkan asas hukum sebagai jantung peraturan hukum atas dasar 2 (dua) alasan :

1. Asas hukum merupakan landasan paling luas bagi lahirnya sebuah peraturan hukum. Ini berarti penerapan peraturan – peraturan hukum itu bisa dikembalikan kepada asas hukum.

Melihat Jalannya Sumatif Akhir Semester MI MWB Mronjo Selopuro Blitar

2. Asas hukum karena mengandung tuntutan etis, maka asas hukum diibaratkan sebagai jembatan antara peraturan – peraturan hukum dengan cita – cita sosial dan pandangan etis masyarakatnya.

Sudikno Mertokusumo, menyatakan bahwa tak semua asas yang tertuang dalam peraturan atau pasal yang kongkret. Alasannya adalah, adanya rujukan pada asas Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali (Tiada suatu peristiwa dipidana, kecuali atas dasar peraturan perundang-undangan pidana yang mendahu-lukannya), dan asas praduga tak bersalah (presumption of innocence).

Secara konseptual, asas hukum terdiri dari bermacam – macam. Berikut beberapa asas hukum yang digunakan di Indonesia, yaitu:

Lirik Lagu Hymne PMII Lengkap

1). Asas Nullum Delictum Noella Poena Sine Praevia Lege Poenali, yaitu tiada suatu perbuatan pun dapat dihukum, kecuali atas kekuatan undang-undang yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan.

2). Asas In Dubio Pro Reo ialah dalam keraguan diberlakukan ketentuan yang paling menguntungkan bagi si terdakwa.

3). Asas Similia Similibus ialah bahwa perkara yang sama (sejenis) harus diputus sama (serupa).

4). Asas Pact Sunt Servanda yaitu bahwa perjanjian yang sudah disepakati berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang bersangkutan.

5). Asas Geen Straft Zonder Schuld ialah asas tiada hukuman tanpa kesalahan.

6). Asas Lex Posterior Derogat Legi Priori yaitu asas undang-undang yang berlaku kemudian membatalkan undang-undang terdahulu, sejauh undang-undang itu mengatur objek yang sama.

7). Asas Lex Superior Derogat Legi Inferiori, yaitu suatu asas undang-undang dimana jika ada 2 undang-undang yang mengatur objek yang sama maka undang-undang yang lebih tinggi yang berlaku sedangkan undang-undang yang lebih rendah tidak mengikat.

8). Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali yakni undang-undang yang khusus mengenyampingkan undang-undang yang umum.

9). Asas Res judicata pro veritate habeteur, yaitu Putusan hakim dianggap benar sampai ada putusan hakim lain yang mengoreksinya.

10). Asas Lex dura set tamen scripta, yaitu Undang-undang bersifat memaksa, sehingga tidak dapat diganggu gugat.

11). Asas Audi et alteram partem atau audiatur et altera pars, yaitu bahwa para pihak harus didengar. Contohnya, apabila persidangan sudah dimulai, maka hakim harus mendengar dari kedua belah pihak yang bersengketa, bukan hanya dari satu pihak saja.

12). Asas Bis de eadem re ne sit action atau Ne bis in idem, yaitu mengenai perkara yang sama dan sejenis tidak boleh disidangkan untuk yang kedua kalinya. Contohnya, lihat Pasal 76 KUH Pidana.

13). Asas Clausula rebus sic stantibus, yaitu suatu syarat dalam hukum Internasional bahwa suatu perjanjian antar Negara masih tetap berlaku, apabila situasi dan kondisinya tetap sama.

14). Asas Cogitationsis poenam nemo patitur, yaitu tiada seorang pun dapat dihukum oleh sebab apa yang dipikirkannya.

15). Asas Summum lus Summa Iniuria, yaitu kepastian hukum yang tertinggi, adalah ketidakadilan yang tertinggi.

16). Asas lus Curia Novit, yaitu hakim dianggap mengetahui hukum, Artinya, hakim tidak boleh menolak mengadili dan memutus perkara yang diajukan kepadanya, dengan alasan tidak ada hukumnya karena ia dianggap mengetahui hukum.

17). Asas Presumption of Innocence (praduga tak bersalah), yaitu seseorang tidak boleh disebut bersalah sebelum dibuktikan kesalahannya melalui putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap.

18). Asas Unus Testis Nullus Testis (satu saksi bukanlah saksi), yaitu hakim harus melihat suatu persoalan secara objektif dan mem-percayai keterangan saksi minimal dua orang, dengan kete-rangan yang tidak saling kontradiksi. Atau juga, keterangan saksi yang hanya satu orang terhadap suatu kasus, tidak dapat dinilai sebagai saksi.

19). Asas In Dubio Pro Reo, yaitu apabila hakim ragu mengenai ke-salahan terdakwa, hakim harus menjatuhkan putusan yang menguntungkan bagi terdakwa.

20). Asas Fair Rial atau Self Incrimination, ialah pemeriksaan yang tidak memihak, atau memberatkan salah satu pihak atau terdakwa.

21). Asas Speedy Administration of Justice (peradilan yang cepat), artinya, seseorang berhak untuk cepat diperiksa oleh hakim demi terwujudnya kepastian hukum bagi mereka.

22). Asas The Rule of Law, ialah semua manusia sama kedudukannya di depan hukum, atau persamaan memperoleh perlindungan hukum.

23). Asas Nemo Judex Indoneus In Propria, ialah tidak seorang pun dapat menjadi hakim yang baik dalam perkaranya sendiri. Artinya, seorang hakim dianggap tidak akan mampu berlaku objektif terhadap perkara bagi dirinya sendiri atau keluarganya, sehingga ia tidak dibenarkan bertindak untuk mengadilinya.

24). Asas The Binding Forse of Precedent atau Staro Decises et Quieta Nonmovere, ialah pengadilan (hakim) terdahulu, mengikat hakim-hakim lain pada peristiwa yang sama (asas ini dianut pada negera-negara yang menganut sistem hukum Anglo Saxon, seperti Amerika Serikat dan Inggris).

25). Asas Cogatitionis Poenam Nemo Patitur, ialah tidak seorang pun dapat dihukum karena apa yang dipikirkan atau yang ada di hatinya. Artinya, pikiran atau niat yang ada di hati seseorang untuk melakukan kejahatan tetapi tidak dilaksanakan atau di wujudkan maka ia tidak boleh dihukum. Di sini menunjukkan bahwa hukum itu bersifat lahir, apa yang dilakukan secara nyata, itulah yang diberi sanksi.

26). Asas Restitutio In Integrum, ialah kekacauan dalam masyarakat, haruslah dipulihkan pada keadaan semula (aman). Artinya, hukum harus memerankan fungsinya sebagai “sarana penyelesaian konflik

27). Asas Errare humanum est, turpe in errore perseverrare, artinya Membuat kekeliruan itu manusiawi, namun tidaklah baik untuk mempertahankan terus kekeliruan tersebut.

28). Asas Fiat justitia ruat coelum atau fiat justicia pereat mundus, artinya sekalipun esok langit akan runtuh atau dunia akan musnah, keadilan harus tetap ditegakkan.

29). Asas Praduga Rechtmatig (benar menurut Hukum, presumptio iustea causa). Asas ini menganggap bahwa setiap tindakan penguasa selalu harus dianggap berdasarkan hukum (benar) sampai ada pembatalan. Dalam asas ini gugatan tidak menunda pelaksanaan KTUN yang digugat (Pasal 67 ayat (1) UU No.5 tahun 1986).

30). Asas pembuktian bebas. Artinya hakimlah yang menetapkan beban pembuktian. Hal ini berbeda dengan ketentuan 1865 BW (lihat Pasal 101, dibatasi ketentuan Pasal 100).

31). Asas dominus litis (Asas keaktifan hakim). Artinya keaktifan hakim dimaksudkan untuk mengimbangi kedudukan para pihak yang tidak berimbang (lihat Pasal 58, 63, ayat (1) dan (2), Pasal 80 dan Pasal 85).

32). Asas Erga Omnes (putusan pengadilan mempunyai kekuatan mengikat), Artinya Sengketa TUN adalah sengketa hukum publik. Dengan demikian putusan pengadilan berlaku bagi siapa saja-tidak hanya bagi para pihak yang bersengketa.

33). Asas ultimum remidium (pengadilan sebagai upaya terakhir). Artinya sengketa sedapat mungkin diselesaikan melalui upaya administrasi (musyawarah mufakat), jika belum puas, maka ditempuh upaya peradilan (Pasal 48 UU PTUN).

34). Asas Eidereen Wordt Geacht De Wette Kennen. Artinya setiap orang dianggap mengetahui hukum. Artinya, apabila suatu undang-undang telah dilembarnegarakan (diundangkan), maka undang-undang itu dianggap telah diketahui oleh warga masyarakat, sehingga tidak ada alasan bagi yang melanggarnya bahwa undang-undang itu belum diketahui berlakunya.

35). Asas Geen straf zonder schuld, ialah tiada hukuman tanpa kesalahan.

36). Asas Lex niminem cogit ad impossibilia, ialah Undang-undang tidak memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak mungkin. Contohnya, Lihat Pasal 44 KUH Pidana.

37). Asas Nullum crimen nulla poena sine lege, ialah Tidak ada kejahatan tanpa peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Jadi suatu tindak kejahatan dikatakan sebagai perbuatan melanggar hukum apabila melanggar undang-undang yang telah di-tetapkan oleh pemerintah.

38). Asas Nemo plus juris tarnsferre potest quam ipse habet, ialah tidak seorang pun dapat mengalihkan lebih banyak haknya daripada yang ia miliki.

39). Asas Opinio necessitates, ialah keyakinan atas sesuatu menurut hukum adalah perlu sebagai syarat untuk timbulnya hkum kebiasaan.

40). Asas Quiquid est in territorio, etiam est de territorio, ialah asas hukum dalam hukum internasional yang menyatakan bahwa apa yang ada berada dalam batas-batas wilayah Negara tunduk kepada hukum Negara itu.

41). Asas Testimonium de auditu, kesaksian dapat didengar dari orang lain.

42). Asas Jus Cogen: sebuah norma yang memiliki keutamaan dibanding dengan norma-norma lainnya. Dalam hal suatu norma telah memiliki status Jus Cogen tidak dimungkinkan untuk mengalami pembatalan atau modifikasi oleh tindakan apapun. Contoh norma-norma jus cogen seperti genosida, diskriminasi rasial, agresi, dll.

43). Asas kesetaraan kedaulatan (equality before sovereign rights), setiap negara memiliki kesamaan kedaulatan, kesetaraan hak dan kewajiban, kesetaraan sebagai anggota organisasi internasional, tanpa mempertimbangkan adanya perbedaan ekonomi, sosial, politik, dan sifat lainnya.

44). Asas hidup berdampingan secara damai yang di dalam prinsip ini juga terkandung makna larangan menggunakan metode perang sebagai instrumen kebijakan luar negeri serta menye lesaikan sengketa dengan cara-cara damai.

Berbagai contoh asas ini merupakan asas-asas yang lazim digunakan dalam ranah hukum saat ini. Meski demikian, masih terdapat banyak asas lainnya, baik yang berlaku secara nasional maupun yang bersifat universal.

×