 |
| (Foto:tugurejo.watesblitar) |
Bicara Blitar–Halo Dulur! Desa Tugurejo, yang berada di wilayah Kabupaten Blitar, Jawa Timur, memiliki sejarah panjang yang dimulai sebelum tahun 1899. Pada masa itu, wilayah Tugurejo masih berupa hutan belantara yang dihuni oleh berbagai binatang buas.
Perubahan besar dimulai ketika sekelompok pelarian dari Mataram, yang dipimpin oleh Nurkaiman dan Wongsosentiko, tiba di wilayah ini. Mereka melarikan diri dari penderitaan tanam paksa yang diberlakukan oleh pemerintahan kolonial Belanda dan menemukan perlindungan di hutan-hutan di Jawa Timur.
Mereka mulai membuka lahan di hutan belantara tersebut, menemukan banyak sumber air yang penuh dengan ikan lele, yang kemudian mereka namakan Sumberlele. Pembukaan hutan terus berlanjut hingga ke utara, menuju Gunung Geblug, di mana mereka menemukan sebuah tugu peninggalan Belanda.
Ke arah timur, mereka juga menemukan tugu-tugu lainnya yang menandai batas wilayah, yang dibangun oleh Kertomenggolo, lurah pertama Desa Sumberoto. Berdasarkan banyaknya tugu yang ditemukan, wilayah ini kemudian dinamakan Tugurejo.
Meskipun menghadapi perlawanan dari pemerintah Belanda, kelompok ini terus membuka hutan di daerah selatan Tugurejo, yang kemudian berkembang menjadi desa yang ramai. Pada tahun 1905, Desa Tugurejo resmi berdiri sebagai desa mandiri, lepas dari Desa Wates, dengan lurah pertamanya adalah Setro Karyo.
Sejak itu, desa ini terus berkembang, menjadi tempat bermukim bagi banyak pelarian dan pendatang baru yang mencari kehidupan yang lebih baik.
Setiap tanggal 9 September, desa ini merayakan hari kelahirannya, sebuah tradisi yang dimulai oleh Setro Karyo.
Desa ini kini telah berkembang pesat dengan berbagai fasilitas umum yang memadai dan potensi wisata yang menarik, menjadikan Tugurejo sebagai desa yang terus berpotensi untuk tumbuh dan berkembang di masa depan.
