Blitar – PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), perusahaan tekstil raksasa di Indonesia, resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang pada Kamis, 24 Oktober 2024.
Keputusan ini diambil setelah Sritex gagal memenuhi kewajiban pembayaran utang yang menumpuk, mencapai angka triliunan rupiah. Pailitnya Sritex menandai akhir dari perjalanan panjang perusahaan yang telah berdiri sejak tahun 1966, serta berdampak pada ribuan karyawan yang kehilangan pekerjaan.
Akhirnya pada 1 Maret 2025, Sritex resmi tutup usai diputuskan dalam rapat kreditur kepailitan Sritex pada Jumat, 28 Februari 2025. Lebih dari 8 ribu lebih orang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam penghentian operasi perusahaan itu. Sehingga jumlah total karyawan dan pekerja Sritex Group yang terkena PHK akibat putusan pailit mencapai 10.665 orang.
Lalu apa yang sebenarnya dimaksud dengan kepailitan? Kemudian apa dampak hukumnya bagi sebuah Badan Hukum seperti Perseroan Terbatas (PT)?.
Kepailitan atau pailit berasal dari bahasa Prancis lefailli, artinya pemogokan atau kemacetan pembayaran dari bahasa latin, yaitu fallire. Oleh karena itu, pailit artinya tidak sanggup bayar utang. Pailit terjadi antara debitur dan kreditur.
Menurut Poerwadarminta, pailit artinya bankrupt dan bangkrut artinya menderita kerugian besar hingga jatuh (perusahaan, toko, dan sebagainya).
Sebelum adanya undang – undang kepailitan, kewenangan absolut untuk menerima, memeriksa, dan mengadili permohonan kepailitan terletak pada peradilan umum.
Namun, setelah dibentuknya pengadilan niaga, kewenangan peradilan umum dalam menerima, memeriksa, dan mengadili berpindah menjadi kewenangan pengadilan niaga yang berada di lingkungan peradilan umum, sebagaimana diatur dalam penjelasan Pasal 280 ayat (1) Undang – Undang Kepailitan yang menyatakan, “Dengan ketentuan ini, semua permohonan pernyataan pailit dan penundaan kewajiban pembayaran utang yang diajukan setelah berlakunya undang – undang tentang Kepailitan sebagaimana diubah dengan peraturan pemerintah pengganti undang – undang ini, hanya dapat diajukan kepada pengadilan niaga”.
Undang – Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUKPKPU) pada tanggal 18 Oktober 2004 merupakan ketentuan peraturan perundang – undangan yang baru yang diperlukan untuk menghindarkan pertentangan apabila ada beberapa kreditur pada waktu yang sama meminta pembayaran utang piutangnya dari debitur.
Dalam Pasal 1 butir 1 Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang disebutkan bahwa :
“… kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusannya dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang – undang ini”. Selanjutnya, Pasal, 2 ayat (1) menyebutkan bahwa debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya.
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 2 ayat 1 UU No. 37 Tahun 2004, syarat – syarat yuridis agar debitur dapat dinyatakan pailit adalah sebagai berikut:
1. Adanya utang, debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya;
2. Minimal satu dari utang sudah jatuh tempo;
3. Minimal satu dari utang dapat ditagih;
4. Adanya kreditur dan kreditur lebih dari satu;
5. Pernyataan pailit dilakukan oleh pengadilan;
6. Permohonan pailit diajukan oleh pihak yang berwenang;
7. Syarat – syarat yuridis lainnya yang disebutkan dalam undang – undang kepailitan.
Secara umum, beberapa syarat yang harus dipenuhi agar debitur dapat dinyatakan pailit, yaitu:
a. Terdapat keadaan berhenti membayar, yakni apabila seorang debitur tidak mampu atau tidak mau membayar utang – utangnya;
b. Harus terdapat lebih dari seorang kreditur dan salah seorang dari mereka piutangnya sudah dapat ditagih.
Pihak yang Dapat Dinyatakan Pailit:
Dalam UU No. 37 Tahun 2004 dinyatakan bahwa setiap debitur (pengutang) dapat dinyatakan pailit jika dalam keadaan berhenti membayar utang atau tidak mau membayar utang. Debitur di sini dapat terdiri atas orang (pribadi) maupun badan hukum. Dengan demikian, yang dapat dinyatakan pailit adalah :
1. Debitur adalah bank, permohonan pernyataan pailit dapat diajukan oleh bank Indonesia;
2. Debitur adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, permohonan penyampaian pailit hanya dapat diajukan oleh badan pengawas pasar modal;
3. Debitur adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun atau BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh menteri keuangan;
4. Dalam hal permohonan pernyataan pailit diajukan oleh debitur yang masih terikat dalam pernikahan yang sah, permohonan hanya dapat diajukan atas persetujuan suami atau istrinya, ketentuan itu tidak berlaku apabila tidak ada persatuan harta;
5. Permohonan pernyataan pailit terhadap suatu firma harus memuat nama tempat tinggal masing – masing persero yang secara tanggung renteng terikat untuk seluruh utang firma.
Pihak – pihak tersebut dapat dinyatakan pailit jika ketentuan atau syarat untuk mengajukan pailit yang ditentukan dalam undang – undang telah terpenuhi.
Pihak yang Dapat Mengajukan Pailit:
UU No. 37 Tahun 2004 mensyaratkan bahwa permohonan pernyataan pailit harus diajukan oleh pihak yang berwenang, bahkan panitera wajib tidak menerima permohonan pernyataan pailit apabila diajukan oleh pihak yang tidak berwenang. Adapun pihak – pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit adalah :
1). Debitur
2). Kreditur
3). Kejaksaan
4). Bank Indonesia
5). Badan Pengawas Pasar Modal
6). Menteri Keuangan.
Akibat Hukum putusan Kepailitan:
Setelah pernyataan putusan kepailitan dijatuhkan, terdapat dua tindakan setelah pernyataan kepailitan.
1. Tindakan terhadap diri yang pailit
Putusan pengadilan dapat memerintahkan penahanan yang pailit. Penahanan tersebut hanya selama 30 hari dan memungkinkan perpanjangan selama 30 hari pula.
Pengadilan dengan putusan pernyataan pailit atau setiap waktu setelah itu, atas usul hakim pengawas, permintaan kurator, atau atas permintaan seorang kreditur atau lebih dan setelah mendengar hakim pengawas, dapat memerintahkan supaya debitur pailit ditahan, baik di rumah tahanan negara maupun di rumahnya sendiri, di bawah pengawasan jaksa yang ditunjuk oleh hakim pengawas. Selama pailit, debitur pailit tidak boleh meninggalkan domisilinya tanpa izin hakim pengawas.
2. Tindakan yang berkaitan dengan kekayaan (boedel) yang pailit pengurusan dan penguasaan boedel dilaksanakan oleh balai harta peninggalan (BHP), selanjutnya BHP diwajibkan menjaga atau mengusahakan agar barang itu tidak hilang. Untuk itu, BHP diharuskan:
a. mengusahakan tempat penyimpanan boedel rasio dari tindakan ini adalah agar barang-barang yang mudah sekali dipindahkan tidak mudah diambil atau dipindahkan oleh orang lain;
b. menyegel boedel, penyegelan tersebut dapat juga dilakukan pengawalan oleh pemerintah atau orang yang dipercaya sebagai saksi;
c. mengadakan pencatatan boedel;
d. membuat daftar keuntungan dan utang-utang;
e. melanjutkan usaha si pailit dengan maksud agar usaha itu akan mendapat penghasilan yang lebih tinggi dari barang-barang itu. Batasan usahanya sepanjang tidak merugikan;
f. tetap melakukan hubungan korespondensi;
g. membayar biaya hidup bagi si pailit jika BHP memandang perlu. Kalau ia batasannya sampai perkara itu selesai.
Keputusan kepailitan dapat berakibat bagi yang pailit ataupun terhadap harta kekayaannya. Sejak itu pula, pihak yang pailit kehilangan terhadap pengurusan dan penguasaan atas boedelnya. Harta kekayaan yang pengurusan dan penguasaannya berpindah kepada BHP, sementara dalam bidang hukum keluarga si pailit bebas berbuat seolah – olah tidak ada kepailitan.
Akibat adanya putusan kepailitan adalah sebagai berikut :
1. Akibat yang dibawa serta oleh putusan pailit
Kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitur pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan. Debitur demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan.
2. Pengaruh putusan kepailitan atas tuntutan-tuntutan tertentu
Tuntutan mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta pailit harus diajukan oleh atau terhadap kurator. Tuntutan untuk memperoleh pemenuhan perikatan dari harta pailit yang ditujukan terhadap debitur pailit, hanya dapat diajukan dengan mendaftarkannya untuk dicocokkan dari putusan kepailitan yang berpengaruh terhadap tuntutan tertentu.
Tuntutan tersebut ada dua jenis, yaitu:
a. tuntutan pokok hak dan kewajiban;
b. tuntutan untuk memenuhi suatu perikatan.
Sebaliknya, tuntutan-tuntutan yang tidak secara langsung menyangkut boedel, yaitu tuntutan/bersifat keluarga tidak berpengaruh terhadap putusan pailit. Putusan-putusan kepailitan yang berpengaruh terhadap tuntutan tertentu, tuntutan itu ada dua jenis, yaitu:
a. tuntutan pokok hak dan kewajiban;
b. tuntutan yang langsung pada boedel, diajukan langsung ke BHP;
C. tuntutan untuk memenuhi suatu boedel.
Tuntutan yang bertujuan untuk memenuhi dan mendapatkan yang ada dalam boedel harus diajukan pada rapat verifikasi.
3. Pengaruh putusan kepailitan atas perbuatan si pailit
Debitur dalam perkara harus ditangguhkan untuk memberikan kesempatan kepada tergugat memanggil kurator untuk mengambil alih perkara. Kurator dapat mengajukan pembatalan atas segala perbuatan yang dilakukan oleh debitur sebelum yang bersangkutan dinyatakan pailit atau dapat dimintakan pembatalan segala perbuatan hukum. Debitur yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan kreditur, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.
4. Pengaruh putusan kepailitan terhadap pelaksanaan hukum atas kekayaan si pailit
Suatu tuntutan hukum di pengadilan yang diajukan terhadap debitur sejauh bertujuan untuk memperoleh pemenuhan kewajiban dari harta pailit dan perkaranya sedang berjalan, gugur demi hukum dengan diucapkan putusan pernyataan pailit terhadap debitur.
5. Pengaruh putusan kepailitan terhadap perjanjian timbal balik
Perjanjian timbal balik yang belum atau baru sebagian dipenuhi, pihak yang mengadakan perjanjian dengan debitur dapat meminta kepada kurator untuk memberikan kepastian tentang kelanjutan pelaksanaan perjanjian tersebut dalam jangka waktu yang disepakati oleh kurator dan pihak tersebut. Jika kurator tidak memberikan jawaban atau tidak bersedia melanjutkan pelaksanaan perjanjian tersebut, perjanjian berakhir dan pihak yang dimaksud dapat menuntut ganti rugi dan akan diperlakukan sebagai kreditur konkuren.
6. Pengaruh putusan kepailitan terhadap kewenangan berbuat si pailit
Debitur kehilangan hak untuk berbuat dan mengurus secara bebas atas harta kekayaan yang termasuk dalam kepailitan. Akan tetapi, sampai batas-batas tertentu si pailit masih diperkenankan untuk melakukan perbuatan sepanjang itu menguntungkan boedel pailit.
7. Pengaruh putusan kepailitan terhadap harta perkawinan Istri atau suami berhak mengambil kembali semua benda bergerak dan tidak bergerak yang merupakan harta bawaan dari istri atau suami dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan. Kepailitan suami atau istri dalam suatu persatuan harta, diperlakukan sebagai kepailitan persatuan harta, untuk kepentingan semua kreditur yang berhak meminta pembayaran dari harta persatuan.
8. Pengaruh harta kepailitan terhadap hipotek, gadai, dan hak retensi
Tindakan lain yang dapat dilakukan oleh balai harta peninggalan adalah melakukan penebusan terhadap benda hipotek, ataupun gadai dari tangan pemegang hipotek atau gadai, yang selanjutnya benda hipotek atau gadai dimasukkan menjadi boedel pailit, para kreditur (pemegang hipotek atau gadai), jika telah berhasil menjual barang-barang yang dihipotekkan atau digadaikan, diharuskan menyampaikan laporannya kepada balai harta peninggalan.
9. Penyitaan dan Eksekusi Harta Pailit.