Dua tahun setelah Perjanjian Hudaibiyah, keadaan berubah cepat. Quraisy melanggar kesepakatan dengan membantu sekutunya menyerang kelompok yang berada di bawah perlindungan Nabi.
Secara aturan, perjanjian itu selesai. Kali ini, Nabi tidak lagi menunggu. Beliau bersiap berangkat ke Mekah dengan 10.000 pasukan. Bukan untuk pamer kekuatan, tapi untuk menyelesaikan konflik yang sudah terlalu lama berlarut.
Masuk ke Mekah Tanpa Perlawanan Besar
Yang menarik, Nabi tidak mengumumkan rencana ini secara terbuka. Beliau ingin menghindari pertumpahan darah sebisa mungkin. Ketika pasukan Islam mendekati Mekah, sebagian besar penduduk kota justru ketakutan.
Mereka ingat bagaimana dulu mereka mengusir, menyiksa, dan menghina Nabi. Sekarang, orang yang mereka tekan selama bertahun-tahun datang kembali dengan kekuatan penuh.
Tapi yang terjadi justru sebaliknya dari yang mereka bayangkan. Pasukan Islam masuk dari beberapa arah, hampir tanpa perlawanan. Hanya terjadi bentrokan kecil di satu titik, itu pun cepat dihentikan. Secara umum, Mekah jatuh tanpa perang besar.
Nabi memasuki Mekah dengan kepala tertunduk, bukan mendongak. Tidak ada pidato kemenangan. Tidak ada perayaan berlebihan. Beliau langsung menuju Ka’bah. Berhala-berhala di sekitarnya dihancurkan satu per satu. Bukan dengan kemarahan, tapi dengan tindakan tegas bahwa masa penyembahan itu sudah selesai.
Kalimat yang beliau ucapkan sederhana: “Kebenaran telah datang, kebatilan pasti lenyap.”
Momen yang Paling Ditunggu: Pembalasan yang Tidak Terjadi
Penduduk Mekah dikumpulkan. Mereka berdiri menunggu keputusan.
Hukuman? Pengusiran? Eksekusi? Semua mungkin terjadi, dan secara kekuatan, Nabi mampu melakukannya.
Tapi beliau justru bertanya, “Menurut kalian, apa yang akan aku lakukan kepada kalian?” Mereka menjawab pelan, “Engkau saudara yang mulia, anak dari saudara yang mulia.”
Jawaban Nabi singkat dan jelas: “Pergilah. Kalian semua bebas.” Tidak ada balas dendam massal. Tidak ada pembersihan musuh. Tidak ada hukuman kolektif.
Di momen itu, perang panjang sebenarnya benar-benar berakhir.
Mengapa Ini Penting
Penaklukan Mekah menunjukkan perbedaan besar antara kekuasaan dan kepemimpinan. Banyak orang bisa menang ketika kuat. Sedikit yang bisa menahan diri ketika punya alasan untuk membalas.
Nabi memilih memutus rantai dendam. Bukan karena lemah, tapi karena beliau ingin konflik berhenti di generasinya, bukan diwariskan. Dan hasilnya jelas:
- Orang-orang Mekah masuk Islam bukan karena takut, tapi karena melihat sikap Nabi
- Musuh lama berubah jadi bagian dari masyarakat Islam
- Jazirah Arab perlahan stabil
Sumber: Sirah Nabawiyah karya Syaikh Shafiyyur Rahman al-Mubarakfury

