Tulungagung – Di antara rimbunnya pepohonan dan lalu lintas yang lalu-lalang di Desa Bolorejo, Kecamatan Kauman, terdapat sebuah warung sederhana yang tak pernah kehilangan daya tariknya: Warung Kopi Waris.
Tempat ini bukan sekadar warung biasa. Ia menjadi salah satu ikon kuliner khas yang menghadirkan sensasi kopi ijo, minuman legendaris khas Tulungagung.
Setiap hari, sejak pagi hingga malam, warung ini tak pernah sepi dari pelanggan. Suasananya khas: deretan kursi kayu yang bersahaja, asap rokok mengepul dari tangan-tangan pengunjung, dan gelak tawa perbincangan santai yang mengalir sambil menunggu seduhan kopi disajikan.
Kopi ijo menjadi primadona. Warnanya kehijauan dengan aroma rempah yang khas, disajikan dengan teknik tradisional yang dipertahankan sejak dulu.
Tak jarang, pelanggan memesan ditemani “cethe” — tradisi menghias permukaan rokok dengan endapan kopi yang sudah melekat kuat sebagai budaya ngopi masyarakat Tulungagung.
“Kalau ke Tulungagung belum ngopi ijo, rasanya belum lengkap. Apalagi kalau belum mampir ke Warung Waris,” ujar Totok, salah satu pelanggan tetap, sambil menikmati kopi dan rokok yang telah dihias cethe.
Sebagai kota yang dijuluki Kota Cethe, tak heran jika warung kopi seperti Waris tumbuh menjamur di setiap sudut wilayah.
Namun, hanya sedikit yang mampu mempertahankan rasa dan suasana seotentik Warung Kopi Waris. Tidak heran jika warung ini tetap eksis di tengah gempuran kafe-kafe modern.
Warung ini tak hanya menawarkan rasa, tapi juga nostalgia. Pengunjung dari berbagai kalangan—mulai dari petani, pegawai, hingga mahasiswa—datang untuk mencari ketenangan, bercengkerama, atau sekadar menikmati waktu luang.
Dengan harga yang ramah di kantong dan cita rasa yang khas, Warung Kopi Waris terus menjadi magnet bagi pencinta kopi lokal.
Bagi siapa pun yang berkunjung ke Tulungagung, menyempatkan waktu menikmati kopi ijo di sini adalah pengalaman yang tak boleh dilewatkan. (Blt)