Artikel Feature
Beranda » Mengenal Piagam Madinah, salah satu piagam berharga dalam perjalanan Nabi Muhammad 

Mengenal Piagam Madinah, salah satu piagam berharga dalam perjalanan Nabi Muhammad 

Gurun pasir/unsplash.com/id/@gkumar2175

Madinah bukan sekadar kota tujuan hijrah. Ia adalah titik awal sejarah baru umat manusia, tempat Islam tidak lagi hanya bicara tentang iman, tapi juga tentang tatanan sosial, hukum, dan kemanusiaan.

Begitu Nabi Muhammad SAW tiba, langkah pertama yang beliau lakukan bukan membangun istana atau markas, tapi masjid, tempat semua manusia duduk sejajar.

Masjid Nabawi: Pusat Segala Kehidupan

Hijrah ke Madinah, dari sebuah perenungan menuju perjalanan yang baru

Di atas tanah yang sederhana, Nabi dan para sahabat mendirikan Masjid Nabawi.
Bangunannya masih sangat sederhana, atap dari pelepah kurma, tiang dari batang pohon, lantai dari pasir.

Tapi dari sinilah lahir keputusan-keputusan besar yang mengubah sejarah dunia. Masjid bukan hanya tempat salat, tapi juga pusat pemerintahan, tempat belajar, rumah perlindungan fakir miskin, bahkan markas diplomasi.

Ia menjadi simbol bahwa dalam Islam, ibadah dan kehidupan sosial tidak pernah dipisahkan.

Momen Nabi Muhammad Isra’ Mi’raj, ada kewajiban yang harus dijalankan umat muslim

Menyatukan Dua Kaum yang Pernah Bermusuhan

Madinah saat itu dihuni oleh dua kelompok besar: kaum Aus dan Khazraj. Selama bertahun-tahun mereka saling berperang. Namun kedatangan Nabi menjadi titik balik.

Beliau mempersaudarakan mereka di bawah satu nama: kaum Anshar, penolong Islam. Lalu beliau juga mempersaudarakan Anshar dengan Muhajirin, orang-orang Mekah yang datang tanpa harta.

Ada boikot dan tahun kesedihan yang menimpa Nabi Muhammad, saat langit seolah menutup diri

Nabi tidak sekadar menyatukan mereka dengan pidato, tapi dengan tindakan nyata: setiap orang Anshar berbagi rumah dan harta dengan saudara barunya dari Mekah.

“Mereka mendahulukan saudaranya atas dirinya, meskipun mereka sendiri membutuhkan,” demikian Al-Qur’an menggambarkan sikap kaum Anshar (QS. Al-Hasyr: 9).

Dari persaudaraan inilah lahir komunitas Islam pertama yang berlandaskan kasih sayang, bukan darah atau suku.

Hijrah ke Habasyah, saat Nabi Muhammad melebarkan dakwahnya

Piagam Madinah: Konstitusi Tertulis Pertama di Dunia

Langkah besar berikutnya adalah Piagam Madinah (Dustur al-Madinah). Nabi menyusun perjanjian antara umat Islam, kaum Yahudi, dan suku-suku non-Muslim lain di kota itu.

Piagam ini berisi 47 pasal, yang mengatur hak, kewajiban, dan prinsip hidup bersama. Beberapa poin pentingnya:

– Semua warga Madinah, Muslim maupun non-Muslim, adalah satu komunitas bangsa.

– Tidak boleh ada penindasan antar kelompok.

– Setiap warga bebas beragama dan dilindungi.

– Jika Madinah diserang, semua wajib membelanya bersama.

Di masa ketika dunia masih diperintah dengan pedang, Nabi memperkenalkan kontrak sosial berbasis keadilan dan kebersamaan. Inilah yang kemudian diakui para sejarawan modern sebagai konstitusi tertulis pertama dalam sejarah manusia.

Yang menarik, Nabi tidak menghapus keberagaman di Madinah, beliau mengelolanya. Kaum Yahudi tetap memelihara sinagoga mereka, dan suku-suku Arab tetap punya tradisi masing-masing, selama tidak bertentangan dengan prinsip keadilan.

Ketika ada sengketa, Nabi bertindak sebagai penengah yang adil. Bahkan orang-orang non-Muslim pun datang kepadanya untuk meminta keputusan, karena tahu beliau tidak akan memihak. Madinah pun berubah menjadi kota toleransi pertama di Jazirah Arab.

Madinah: Sebuah Revolusi Tanpa Darah

Dalam waktu singkat, kehidupan sosial, ekonomi, dan spiritual di Madinah berkembang pesat. Masjid menjadi tempat belajar, kerja sama antarwarga berjalan, dan masyarakat hidup dalam rasa aman.

Inilah revolusi Nabi Muhammad SAW, bukan dengan pedang, tapi dengan tata kelola yang berkeadilan.

Ia membuktikan bahwa keimanan tanpa kebijakan hanya melahirkan kekacauan, tapi kebijakan tanpa keimanan akan kehilangan arah. “Piagam Madinah adalah bukti bahwa Islam datang bukan untuk menghapus manusia, tapi untuk memanusiakan mereka,” tulis Mubarakfury.

Di dunia yang masih sering terpecah karena suku, ras, dan agama, Piagam Madinah tetap relevan. Ia menunjukkan bahwa keberagaman tidak perlu ditakuti, asal ada nilai keadilan dan saling menghormati. Keadilan adalah pondasi, dan cinta adalah semen yang mengikatnya.

Sumber: Sirah Nabawiyah karya Syaikh Shafiyyur Rahman al-Mubarakfury

×