Artikel Opini
Beranda » Membaca Ulang Sejarah Perang Korea, Berawal dari Dampak Dunia II

Membaca Ulang Sejarah Perang Korea, Berawal dari Dampak Dunia II

Pasukan dari Tim Tempur Resimen ke-187 AS bersiap untuk mengambil posisi di punggung bukit di suatu tempat di Korea pada 5 Mei 1951. (Foto: Keystone/Getty Images)
Pasukan dari Tim Tempur Resimen ke-187 AS bersiap untuk mengambil posisi di punggung bukit di suatu tempat di Korea pada 5 Mei 1951. (Foto: Keystone/Getty Images)

Konflik di Semenanjung Korea bermula dari dampak langsung Perang Dunia II dan Perang Dingin. Setelah Jepang menyerah pada 1945, wilayah Korea yang semula dijajah Jepang dibagi dua oleh kekuatan pemenang perang.

Di utara, Uni Soviet membentuk pemerintahan komunis Korea Utara dengan Kim Il-sung sebagai pemimpinnya. Sementara di selatan, Amerika Serikat mendirikan pemerintahan pro-demokrasi Korea Selatan dengan Presiden pertamanya, Syngman Rhee. Garis lintang 38 derajat ditetapkan sebagai batas sementara, namun dalam waktu singkat menjadi pemisah ideologis yang tajam.

Ketegangan meningkat dan akhirnya memuncak pada 25 Juni 1950, ketika Korea Utara dengan dukungan militer dari Uni Soviet dan logistik dari RRT (Republik Rakyat Tiongkok) menyerang Korea Selatan.

Melihat Sejarah Konflik Palestina – Israel

Serangan mendadak ini berhasil menguasai sebagian besar wilayah selatan, termasuk ibu kota Seoul. Tujuan Korea Utara saat itu adalah menyatukan seluruh semenanjung di bawah kekuasaan komunis.

Amerika Serikat, di bawah payung PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) langsung merespons. Di bawah pimpinan Jenderal Douglas MacArthur, pasukan gabungan AS dan Korea Selatan melakukan serangan balik dan berhasil mendorong pasukan Korea Utara hingga mendekati Sungai Yalu di perbatasan Tiongkok.

Langkah itu membuat Republik Rakyat Tiongkok yang saat itu dipimpin Mao Zedong, langsung turun tangan. Tiongkok mengirim ratusan ribu “Relawan Rakyat” yang membantu Korea Utara dan berhasil memukul mundur pasukan gabungan AS-Korsel kembali ke sekitar garis 38°. Perang pun menjadi buntu dan berlangsung dalam kondisi statis yang memakan banyak korban.

PC PMII Blitar Audiensi dengan AKN Putra Sang Fajar, Bahas Program Peningkatan Popularitas Kampus

Perundingan damai berjalan lambat, sementara korban jiwa terus meningkat. Akhirnya setelah tiga tahun konflik diperkirakan memakan sekitar 5 juta korban jiwa yang mencakup tentara dan warga sipil.

Pada 27 Juli 1953 gencatan senjata ditandatangani oleh Korea Utara, RRT, serta Amerika Serikat. Meski Korea Selatan menolak menandatangani langsung mereka tetap menghormati gencatan senjata tersebut. Perang pun dihentikan tapi tanpa adanya perjanjian damai resmi.

Akibat perang ini Semenanjung Korea tetap terbagi seperti semula. Namun ini disertai luka sosial, politik serta ekonomi yang dalam. Korea Selatan bangkit menjadi negara demokrasi yang maju, sedangkan Korea Utara tetap tertutup dan diperintah oleh dinasti Kim yang kini dilanjutkan oleh Kim Jong-un, cucu dari Kim Il-sung.

Tingkatkan Kesejahteraan Petani Tembakau, DKPP Kabupaten Blitar Optimalkan DBHCHT 2025

Zona Demiliterisasi (DMZ) yang memisahkan kedua Korea menjadi simbol ketegangan yang terus ada. Sesekali, insiden perbatasan dan uji coba rudal Korea Utara kembali memicu kekhawatiran global akan potensi konflik militer di kawasan.

Harapan muncul ketika pada 2018–2019, saat Presiden Korea Selatan Moon Jae-in dan Kim Jong-un bertemu dalam pertemuan bersejarah. Bahkan, Kim juga bertemu Presiden Amerika Serikat Donald Trump, membuka peluang diplomasi. Namun, proses damai kembali tersendat dan tidak menghasilkan perjanjian konkret.

Meski telah lebih dari 70 tahun sejak perang dimulai, konflik Korea belum benar-benar berakhir. Perbedaan ideologi, isu senjata nuklir serta kepentingan geopolitik global menjadikan Semenanjung Korea tetap rentan. Di balik kemajuan pesat Korea Selatan, bayang-bayang perang tetap mengintai. Hal ini mengingatkan bahwa rekonsiliasi masih jauh dari jangkauan.

×