Artikel

Desa Kalipucung: Jejak sejarah di tepian Sungai Pucung Blitar

Kantor Desa Kalipucung di Sanankulon, Kabupaten Blitar.
Kantor Desa Kalipucung di Sanankulon, Kabupaten Blitar. (Foto: Google Maps)

Blitar – Kalipucung, sebuah desa yang kini menjadi bagian dari sejarah panjang peradaban Jawa, memiliki kisah menarik sejak pertama kali dihuni pada tahun 1705.

Berawal dari kedatangan sekelompok pengungsi dari Surakarta (Solo), desa ini terbentuk secara alami melalui proses pemukiman dan pembabatan hutan secara bertahap.

Dipimpin oleh seorang tetua bernama Mbah Dermosari, rombongan ini mendirikan rumah-rumah sederhana di sebelah barat daya hutan. Seiring waktu, semakin banyak orang bergabung, membentuk sebuah perkampungan yang belum memiliki nama resmi.

Disperindag Kabupaten Blitar gelar pelatihan penguatan SDM karyawan pabrik rokok gunakan DBHCHT

Nama Kalipucung sendiri berasal dari kondisi geografis desa ini. Pada masa itu, sebuah jalan utama yang menghubungkan desa-desa lain melintasi sungai yang dipenuhi pohon pucung (kluwek).

Para pejalan kaki sering berkata, “Wah, wis teko kali sing akeh wit pucung” (sudah sampai di sungai yang banyak pohon pucungnya). Lama-kelamaan, ungkapan tersebut disingkat menjadi Kalipucung, yang kemudian melekat sebagai nama desa ini.

Pada awalnya, desa ini dipimpin oleh sesepuh atau tetua desa, dimulai dari Mbah Dermosari. Setelah beliau wafat, kepemimpinan diteruskan oleh beberapa tokoh lainnya, di antaranya Karsonggolo, Setrokromo, Poncodiwiryo, Hardjosentono, Kromodimedjo, Kromohardjo, hingga Scm Kromodihardjo.

Beberapa fakta tentang Stadion Supriadi Kota Blitar

Saat ini, makam Mbah Dermosari dikenal dengan nama Rancang Sengojo, yang menjadi tempat ritual sadranan (tradisi nyadran) bagi masyarakat setempat.

Jejak sejarah ini menjadi bukti bahwa Kalipucung bukan sekadar desa biasa, tetapi memiliki nilai historis yang patut dilestarikan oleh generasi mendatang.

Mengenal Patirtan Candi Penataran, punya cerita yang menarik digali
×