Blitar – Presiden Soeharto menegaskan bahwa upaya pelestarian lingkungan hidup dan pembangunan nasional harus berjalan seimbang, bukan saling meniadakan.
Pesan itu disampaikan dalam pidato pada Pekan Penghijauan Nasional, 17 Desember 1988 saat berkunjung ke Sumberjati Kademangan.
Soeharto menyebut penghijauan tidak boleh berhenti pada seremoni tahunan semata, melainkan dilakukan terus-menerus tanpa henti.
“Hanya dengan jalan itu kita dapat memelihara kehijauan dan kelestarian sumber daya alam kita, terutama tanah, hutan, dan air,” tulis dalam naskah pidatonya.
Menurut Presiden, pembangunan yang benar bukan sekadar membangun ekonomi, melainkan juga membangun manusia Indonesia seutuhnya, dengan menumbuhkan keselarasan hubungan antara manusia dengan Tuhan, sesama manusia, masyarakat, dan lingkungan alamnya.
“Pembangunan yang berwawasan lingkungan adalah pembangunan yang dilaksanakan sambil memelihara kelestarian alam yang memberi hidup kepada kita semua,” tulis dalam naskah pidato.
Ia menekankan bahwa setiap langkah pembangunan harus dilakukan dengan cara yang bijaksana dan berkelanjutan, agar kekayaan alam tidak habis dipakai untuk kemajuan sesaat.
“Kita bertekad untuk mewariskan tanah air yang tetap hijau dan subur bagi anak cucu kita dari zaman ke zaman,” lanjutnya.
Soeharto juga mengapresiasi meningkatnya kesadaran masyarakat dalam melestarikan lingkungan, baik secara individu maupun melalui kegiatan swadaya dan kerja sama dengan pemerintah.
Kesadaran itu dianggap sebagai tanda kemajuan bangsa yang semakin memahami tanggung jawabnya terhadap alam. (blt)

