Blitar – Muhammadiyah menegaskan redefinisi makna santri di era modern dengan mendorong para kadernya terjun dalam sektor profesional seperti kesehatan, pendidikan, dan ekonomi sebagai wujud nyata “Jihad Iqtisadiyah” atau jihad ekonomi.
Gerakan ini menjadi bentuk implementasi dakwah progresif Muhammadiyah yang menempatkan profesi modern , mulai dari dokter, guru, hingga insinyur, sebagai bagian dari santri masa kini.
Bagi Muhammadiyah, mengelola rumah sakit, sekolah, hingga lembaga keuangan adalah bagian integral dari dakwah dan esensi kesantrian itu sendiri.
Pandangan tersebut disampaikan oleh Ustaz Arifudin Widhianto, dari Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Blitar, dalam sebuah podcast di kanal YouTube Bakul Kumpo.
“Santri adalah mujaddid (pembaharu). Dokter, guru, atau insinyur adalah santri selama mereka meniatkan profesinya untuk dakwah dan kemaslahatan umat,” ujar Arifudin.
Ia menegaskan bahwa konsep jihad ekonomi ini berakar pada pemikiran K.H. Ahmad Dahlan, yang mengajarkan agar umat Islam tidak hanya unggul dalam urusan diniah (agama), tetapi juga tangguh dalam urusan duniawi.
“Untuk urusan agama sudah final. Tapi untuk urusan dunia, umat Islam harus menjadi yang terdepan,” tegasnya.
Langkah ini juga menjadi strategi untuk memperkuat kemandirian Amal Usaha Muhammadiyah (AUM), terutama di bidang pendidikan dan kesehatan, agar tidak bergantung pada pihak luar.
Di Blitar, fokus pada jihad ekonomi diarahkan untuk memberdayakan kader agar mampu menopang lembaga Muhammadiyah secara mandiri serta meningkatkan daya saing umat dalam menghadapi tantangan global.
Menutup pernyataannya, Arifudin menyerukan semangat ukhuwah ormasiyah, mengajak seluruh elemen umat, termasuk santri dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU) dan ormas lain, untuk bersama membangun bangsa melalui kolaborasi lintas organisasi.
“Muhammadiyah dan NU boleh berbeda model perjuangan, tapi tujuannya sama: kemaslahatan umat dan kemajuan Indonesia,” tutupnya. (blt)

