Artikel Opini

Senyawa aktivis hari ini: Kolaborasi, kreativitas, dan perlawanan yang terorganisir

Sejumlah aktivis PMII di Blitar. (Dok. PMII Blitar)

Blitar – Di tengah dinamika sosial, politik, dan lingkungan yang semakin kompleks, muncul generasi baru aktivis yang tak lagi bergerak sendiri.

Mereka adalah “senyawa”—kumpulan unsur yang bersatu, membentuk kekuatan baru yang lebih kuat dari sekadar jumlah bagian-bagiannya.

Senyawa aktivis hari ini adalah mereka yang menggabungkan strategi, pengetahuan, teknologi, dan solidaritas lintas batas untuk memperjuangkan perubahan.

Jejak kereta api di Kota Blitar yang menghubungkan sejarah dan mobilitas

Dulu, aktivisme sering dipersonifikasikan oleh figur-figur kuat dan terkemuka. Kini, kita melihat pergeseran menuju gerakan yang lebih horizontal dan kolektif.

Komunitas lingkungan bekerja bersama desainer grafis; pegiat HAM berkolaborasi dengan programmer; petani bersuara lewat bantuan jurnalis warga.

Kolaborasi lintas sektor ini adalah senyawa yang menghasilkan bentuk aktivisme yang lebih adaptif dan responsif. Bukan lagi hanya turun ke jalan, tapi juga menciptakan kampanye digital, karya seni, podcast, film dokumenter, hingga gerakan ekonomi alternatif.

Alun-alun Kota Blitar sebagai ruang publik, ruang hidup, ruang perjumpaan

Digitalisasi dan media sosial menjadi medan baru perlawanan. Para aktivis memanfaatkan platform seperti Instagram, X (Twitter), dan TikTok untuk menyebarkan informasi, menggalang dukungan, bahkan mengorganisir aksi secara real-time.

Namun, teknologi bukan hanya alat. Ia menjadi bagian dari senyawa itu sendiri: hacktivist, data activist, dan pengembang aplikasi open-source kini menjadi mitra strategis dalam perjuangan.

Di sisi lain, ini menuntut literasi digital yang kuat agar gerakan tidak terjebak pada disinformasi atau pengawasan digital yang represif.

Pecel tumpang simpang mawar, hidden gem kuliner Blitar dengan sensasi lihat kereta api

Salah satu ciri khas senyawa aktivis hari ini adalah kesadaran akan keterkaitan isu. Perjuangan lingkungan tidak bisa dilepaskan dari hak atas tanah dan keadilan ekonomi. Feminisme terhubung dengan perjuangan buruh, pendidikan, dan akses layanan kesehatan.

Aktivis tidak lagi terkotak-kotak, tetapi bergerak dalam jaringan yang saling menopang.

Kita menyaksikan bagaimana gerakan seperti climate strike, solidaritas Palestina, atau gerakan anti-kekerasan negara di berbagai belahan dunia, meski berbeda konteks, bisa saling menyemangati dan mendukung. Ini adalah senyawa global yang memperluas ruang gerak perjuangan.

Tegalasri Carnival 2025: Ajang kreativitas masyarakat meriahkan HUT ke-80 RI

Namun, menjadi senyawa bukan tanpa tantangan. Fragmentasi gerakan, ego sektoral, hingga kesulitan membangun visi jangka panjang bisa melemahkan kekuatan kolektif. Di sisi lain, negara dan korporasi terus berupaya menekan aktivisme melalui kriminalisasi, pembatasan kebebasan berekspresi, atau kooptasi.

Burnout juga menjadi masalah serius di kalangan aktivis muda. Tekanan sosial, ekspektasi idealis, dan kondisi kerja yang tidak berkelanjutan membuat banyak aktivis kelelahan bahkan menarik diri.

Maka, perawatan diri (self-care) dan perawatan kolektif (collective care) menjadi bagian penting dari strategi perjuangan hari ini.

Senyawa aktivis hari ini bukan hanya tentang jumlah orang yang terlibat, tapi tentang bagaimana mereka terhubung, saling memperkuat, dan membentuk reaksi sosial yang transformatif. Mereka meracik perubahan layaknya kimiawan sosial—dengan strategi, empati, dan keberanian.

Di masa ketika krisis terasa begitu luas dan mendalam, senyawa ini memberi harapan. Bahwa perubahan bukan utopia, tapi hasil kerja bersama yang terorganisir, kreatif, dan penuh cinta pada kehidupan. (Blt)

×