Program Legislasi Daerah, atau yang lebih dikenal dengan singkatan Prolegda, merupakan peta jalan utama bagi lahirnya peraturan daerah. Berdasarkan Pasal 1 Ayat 10 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, Prolegda dipahami sebagai instrumen perencanaan yang memuat daftar prioritas rancangan Peraturan Daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Prosesnya tidak sembarangan, melainkan harus disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis.
Di balik penyusunan Prolegda, terdapat beberapa aktor penting. Dari pihak eksekutif, ada Biro atau Bagian Hukumpemerintah daerah yang bertugas mengompilasi seluruh usulan peraturan dari berbagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Dari sisi legislatif, ada Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD yang mengoordinasikan usulan dari komisi-komisi, fraksi-fraksi, hingga hasil penjaringan aspirasi masyarakat. Kedua pihak inilah yang menjadi tulang punggung lahirnya daftar prioritas rancangan perda.
Proses penyusunannya berlangsung panjang. SKPD terlebih dahulu mengajukan usulan rancangan perda sesuai bidang tugas masing-masing. Usulan tersebut kemudian diverifikasi oleh Biro Hukum, dengan memperhatikan syarat teknis seperti izin prakarsa dari kepala daerah, keberadaan naskah akademik, atau apakah rancangan tersebut masuk dalam program prioritas.
Setelah itu, di akhir tahun biasanya digelar rapat pembahasan tahunan. Forum ini melibatkan tidak hanya pemerintah daerah dan DPRD, tetapi juga masyarakat sipil, organisasi profesi, hingga LSM, agar setiap rancangan perda benar-benar mengakar pada kebutuhan daerah.
Dari forum inilah lahir Prolegda tahunan yang memuat daftar rancangan perda prioritas. Substansi yang diperhatikan pun beragam, mulai dari keterkaitan dengan regulasi lain, relevansi dengan demokrasi lokal, hingga sejauh mana rancangan perda mencerminkan aspirasi masyarakat.
Daftar ini kemudian menjadi masukan penting bagi Bappeda dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Sementara itu, di DPRD, Bapemperda juga menyusun daftar rancangan perda jangka menengah lima tahunan berdasarkan masukan dari berbagai pihak. Kadang, proses ini didukung oleh tenaga ahli untuk memastikan materi perda sesuai kebutuhan daerah.
Menurut para pakar, setidaknya ada sembilan dasar yang biasanya menjadi acuan penyusunan Prolegda: mulai dari pelaksanaan UUD 1945, penjabaran undang-undang dan peraturan presiden, hingga pemenuhan kebutuhan masyarakat, pelestarian adat istiadat, bahkan pemulihan ekonomi daerah.
Lebih jauh lagi, Prolegda tidak hanya bicara tentang aturan apa yang akan dibuat atau dicabut. Ia juga merangkum program-program lain yang menunjang kehidupan hukum di daerah, seperti penguatan kapasitas lembaga penegak hukum, pencegahan pelanggaran HAM, hingga edukasi hukum untuk masyarakat.
Bahkan, pelestarian nilai-nilai hukum adat yang disesuaikan dengan perkembangan zaman juga masuk dalam cakupan Prolegda.
Dengan demikian, Prolegda bukan sekadar daftar rancangan perda. Ia adalah wujud nyata bagaimana daerah merancang masa depannya lewat regulasi, dengan melibatkan pemerintah, DPRD, dan masyarakat.
Ia sekaligus mencerminkan semangat otonomi daerah: memberi ruang bagi daerah untuk membangun aturan sesuai kebutuhan dan dinamika lokal, namun tetap dalam bingkai hukum nasional.