Blitar – Hari telah beranjak siang, namun langit di atas Desa Sawentar, Kecamatan Kanigoro, masih kelabu. Rintik hujan perlahan turun membasahi dedaunan, seolah menjadi latar yang pas untuk menyambut sebuah monumen tua yang nyaris terlupakan: Candi Sawentar.
Terletak di ujung desa, bangunan ini bukan sekadar tumpukan batu andesit berlumut. Ia adalah saksi bisu peradaban, menyimpan jejak spiritual dan kultural dari masa lampau—tepatnya dari era Kerajaan Majapahit.
Di balik gerimis dan udara dingin, sosok Purnawati, penjaga candi, menyambut dengan senyum ramah. Candi ini sudah ada sejak zaman dulu. Bahkan tidak ada orang persis kapan pertama kali ditemukan atau dibangun.
Candi Sawentar memiliki ukuran panjang 9,53 meter, lebar 6,86 meter, dan tinggi 10,65 meter. Angka-angka yang barangkali terdengar biasa, namun sesungguhnya menyimpan jejak peradaban yang dalam.
Pada sisi barat, ornamen makara—makhluk mitologis dalam ajaran Hindu—menghiasi pintu masuk. Relung-relungnya bukan sekadar dekorasi, melainkan simbol-simbol spiritual yang menyiratkan keyakinan umat masa lalu.
Di ruang utama, tersimpan yoni, lambang kesakralan dalam agama Hindu yang merepresentasikan Dewi Parwati, pasangan Dewa Siwa. Yoni bukan hanya simbol kesuburan dan penciptaan, tetapi juga lambang energi kehidupan yang menyatu dalam filosofi Jawa Kuno.
Tak jauh dari candi utama, terdapat pula Candi Sawentar 2 yang baru ditemukan sekitar tahun 2000-an. “Waktu itu pekerja sedang menggali sumur di dekat pasar. Mereka tak sengaja menemukan batu keras, yang ternyata bagian dari candi,” ujar Purnawati mengenang, salah satu warga.
Penemuan itu, seperti banyak kisah sejarah lainnya, datang secara tak terduga—mengingatkan bahwa masa lalu kerap muncul dalam keheningan dan kebetulan.
Kini, meski telah ditetapkan sebagai cagar budaya, Candi Sawentar tetap menghadapi ancaman. Waktu, cuaca, dan kelalaian manusia menjadi tantangan nyata. Namun di balik keheningannya, candi ini seolah terus berbisik—menyampaikan pesan dari masa silam kepada mereka yang mau mendengarkan.
Candi Sawentar bukan sekadar bangunan batu. Ia adalah napas sejarah yang masih hidup, menjadi pengingat bahwa peradaban tidak pernah benar-benar hilang—hanya menunggu untuk diingat kembali. (blt)