Artikel Opini
Beranda » 207 Tahun Karl Marx: Keluarga dan Kepribadian (Bagian 2)

207 Tahun Karl Marx: Keluarga dan Kepribadian (Bagian 2)

Keterangan foto: Keluarga Marx bersama Engels di London (revsock21.uk)
Keterangan foto: Keluarga Marx bersama Engels di London (revsock21.uk)

Pada tahun 1836, saat berada di Trier selama musim gugur, Karl Marx menjalin pertunangan dengan Jenny von Westphalen, sahabat masa kecilnya yang lebih tua empat tahun darinya. Pernikahan mereka baru berlangsung tujuh tahun kemudian, tepatnya pada 19 Juni 1843.

Perbedaan latar belakang mereka, baik dari sisi agama maupun status sosial menjadikan hubungan ini cukup mencolok di mata masyarakat saat itu. Jenny berasal dari keluarga bangsawan Prusia dan memiliki garis keturunan langsung dari Raja James I, sementara Marx berasal dari kalangan menengah.

Sebelumnya, Jenny sempat memiliki hubungan pertunangan dengan seorang bangsawan muda, tetapi ia membatalkannya dan memilih melanjutkan hidup bersama Marx. Kedekatan mereka sejak remaja dipupuk oleh kesamaan minat terhadap filsafat dan sastra.

Lirik Lagu Tanasaghara Nyanyian Gagak

Keduanya sering menghabiskan waktu dengan berjalan kaki sambil berdiskusi seputar isu-isu intelektual tersebut. Marx juga telah lebih dulu menjalin hubungan intelektual dengan ayah Jenny, Ludwig von Westphalen, seorang pejabat berpikiran progresif. Marx bahkan mendedikasikan disertasinya untuk ayah Jenny tersebut.

Pernikahan Marx dan Jenny membuahkan tujuh orang anak, yang terdiri dari:

1. Jenny Caroline (1844–1883)
2. Jenny Laura (1845–1911)
3. Charles Louis Henri Edgar (1847–1855)
4. Henry Edward Guy (1849–1850)
5. Jenry Eveline Frances (1851–1852)
6. Eleanor Marx Aveling (Jenny Julia Eleanor) (1855–1898)
7. Seorang anak tanpa nama yang meninggal pada Juli 1857.

Lirik Lagu Sombanusa Biar Ina Tenang

Empat dari ketujuh anak tersebut yakni Edgar, Guy, Eveline, dan sang anak bungsu yang tak diketahui namanya, meninggal di masa kecil akibat kondisi ekonomi keluarga yang sangat memprihatinkan. Dalam pengasingan dan kemiskinan, Marx tidak mampu menyediakan kebutuhan medis yang memadai bagi anak-anaknya.

Sementara itu, tiga putrinya yang bertahan hidup tumbuh menjadi aktivis sosial seperti ayah mereka. Tragisnya, Eleanor Marx akhirnya bunuh diri di usia 43 tahun. Ia meracuni dirinya dengan prussic acid setelah mengetahui bahwa pasangannya, Edward Aveling, diam-diam telah menikahi seorang aktris muda bernama Eva Frye.

Kesaksian tentang Karl Marx banyak datang dari putrinya, Eleanor Marx Aveling, dan menantunya, Paul Lafargue, seorang sosialis yang mengenal Marx sejak Internasionale Pertama sebelum menikahi Jenny Laura (anak Marx).

Gerak Cepat, Mas Ibin Turun Langsung Tinjau Sungai Sering Meluap saat Hujan Lebat Guyur Kota Blitar

Marx bekerja di lantai dasar rumahnya, di ruangan terang dengan jendela besar menghadap kebun. Dua meja di dekat jendela penuh tumpukan buku, makalah, dan koran. Di seberangnya terdapat rak tinggi berisi buku, majalah, dan pamflet, serta sofa kulit tempat ia beristirahat. Di tengah ruangan, ada meja kecil yang kakinya patah dan kursi kayu dengan sandaran.

Marx adalah perokok berat, tapi kerap lupa rokoknya saat membaca. Ia sering menyalakan kembali rokok dengan korek api. Ia tidak mengizinkan orang lain menata bukunya karena ingin cepat menemukan apa yang dibutuhkan. Rak bukunya disusun berdasarkan isi, bukan ukuran, dan ia menandai kalimat penting dengan garis bawah, kadang menambahkan tanda seru atau tanya.

Ia bangun sekitar pukul delapan atau sembilan pagi dilanjutkan dengan meminum kopi, membaca koran, lalu bekerja hingga larut malam. Kadang tidur siang sejenak, berjalan di ruangan sambil berpikir, bahkan terkadang sampai lupa makan karena terlalu fokus. Ia pernah berkata lebih baik membakar naskahnya daripada meninggalkannya belum selesai.

Soal makan, Marx cukup sederhana seperti menghindari makanan lezat dan berhenti sebelum kenyang. Ia rela mengorbankan tubuh demi pikirannya.

Meski begitu tubuhnya tetap bugar, tinggi, tegap, dengan dada dan bahu kuat. Ia gemar berjalan kaki dan mendaki sambil berdiskusi dan merokok tanpa kelelahan.

Untuk hiburan, ia membaca novel dan bermain dengan rumus matematika terutama saat istrinya sakit. Ia mengagumi penulis seperti Shakespeare, Balzac, Cervantes, Pushkin, dan Gogol. Ia bahkan menulis kajian matematika tentang kalkulus yang dinilai ilmiah. “Ilmu baru maju jika menggunakan matematika,” katanya.

Di rumah, Marx adalah ayah yang lembut dan bersahabat. Ia tidak suka memerintah dan ingin anak-anaknya bertindak sukarela. Mereka memanggilnya “Moor” karena rambut dan jambangnya. Ia sering bermain bersama mereka, seperti perang-perangan kapal kertas di baskom, atau berjalan-jalan ke pedesaan setiap Minggu sambil bercerita.

Eleanor mengenang ayahnya sebagai sosok penuh humor dan sabar. Ia sering dipanggul ayahnya keliling kebun dan bermain seolah menunggang “kuda”.

Pada ulang tahunnya, Marx menghadiahkan novel Peter Simple, yang dibaca bersama dan didiskusikan. Ia juga akrab dengan anak-anak lain di taman Heath at Hampstead, London yang kerap memanggilnya dengan julukan lucu, Marx membalasnya dengan senyuman. (Blt)

×