Artikel Opini
Beranda » Femisida dan Tanggung Jawab Kader KOPRI dalam Transformasi Sosial

Femisida dan Tanggung Jawab Kader KOPRI dalam Transformasi Sosial

Ketua Kopri PMII Rayon FKIP Komisariat Madjapahit Unisba Blitar, Maya Ayu Hamida.
Ketua Kopri PMII Rayon FKIP Komisariat Madjapahit Unisba Blitar, Maya Ayu Hamida. (Dok. Pribadi)

Femisida adalah bentuk kekerasan berbasis gender yang paling ekstrem, di mana perempuan menjadi korban hanya karena identitas gender mereka.

Dalam pemahaman yang lebih luas, femisida tidak terbatas pada pembunuhan secara langsung, melainkan juga mencakup kekerasan psikologis, kekerasan seksual, dan eksploitasi ekonomi yang berujung pada kehancuran hidup perempuan secara perlahan.

Fenomena ini mencerminkan realitas kelam bahwa ketidaksetaraan gender masih mengakar kuat di tengah masyarakat kita. Budaya patriarki, bias struktural, serta pandangan keliru terhadap peran perempuan memperparah kondisi ini, menciptakan ruang aman bagi kekerasan untuk terus berlangsung.

Melihat Sejarah Konflik Palestina – Israel

Sebagai Ketua Kopri (Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri) Rayon FKIP (Fakultas Keguruan & Ilmu Pendidikan) Komisariat Madjapahit Unisba Blitar, saya melihat bahwa gerakan perempuan hari ini tidak cukup hanya mengedepankan solidaritas, tetapi harus berorientasi pada transformasi sosial.

Kopri memiliki tanggung jawab strategis untuk menjadi agen edukasi yang kritis dan progresif yakni dengan memperkenalkan konsep femisida kepada masyarakat luas, memperjelas bentuk-bentuknya, serta mendorong reformasi sosial dan hukum untuk perlindungan perempuan.

Pendampingan kepada korban harus dilakukan secara sistematis, baik melalui advokasi hukum maupun rehabilitasi psikologis, agar mereka tidak hanya selamat, tetapi juga mampu bangkit dan kembali berdaya.

PC PMII Blitar Audiensi dengan AKN Putra Sang Fajar, Bahas Program Peningkatan Popularitas Kampus

Dalam jangka panjang, perubahan budaya melalui pendidikan kesetaraan gender harus menjadi prioritas, sebab pencegahan kekerasan berbasis gender tidak mungkin terwujud tanpa pergeseran paradigma sosial.

Sebagai kader perempuan, kita dituntut untuk tidak hanya memahami persoalan ini, tetapi juga hadir dengan solusi yang nyata. Kita harus menjadi contoh bahwa perempuan bisa berpikir tajam, bertindak rasional, dan memimpin perubahan dengan keberanian intelektual.

Feminisasi perjuangan kita bukanlah slogan, melainkan komitmen untuk membangun masyarakat yang adil bagi semua, di mana tidak ada lagi perempuan yang menjadi korban hanya karena menjadi dirinya sendiri.

Tingkatkan Kesejahteraan Petani Tembakau, DKPP Kabupaten Blitar Optimalkan DBHCHT 2025

×