Artikel

Sejarah Desa Wates Blitar, berbatasan langsung dengan Kabupaten Malang

Kantor Desa Wates di Kecamatan Wates, Kabupaten Blitar.
Kantor Desa Wates di Kecamatan Wates, Kabupaten Blitar. (Foto: Google Maps)

Blitar – Desa Wates di Kabupaten Blitar, yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Malang, menyimpan sejarah panjang sejak didirikan pada 10 Muharam 1130 Hijriah atau 1883 Masehi.

Nama “Wates” diambil dari daerah asal pendatang pertama yang membuka hutan di wilayah ini. Tiga tokoh perintisnya adalah Suryo dari Wates Kambingan Tulungagung, Mangun Diwiryo dari Mataram/Yogyakarta, serta M. Yusuf dari Ponorogo dan Semarang. Mereka membuka wilayah yang kini dikenal sebagai Bakalan, Mangunan, dan Wonorejo.

Tradisi tahunan selamatan desa di bulan Muharam masih dilestarikan, diawali kerja bakti membersihkan lingkungan sebagai simbol kesucian dan kebersamaan.

Pantai Peh Pulo, ‘Raja Ampat’-nya Blitar yang masih perawan

Sebelum diberlakukannya UU Nomor 5 Tahun 1979, pemerintahan desa menggunakan sebutan tradisional seperti Lurah, Carik, Kamituwo, Kebayan, dan Modin. Setelah itu, istilah diubah menjadi Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Kepala Dusun, dengan masa jabatan delapan tahun.

Berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 1999, masa jabatan berubah menjadi dua periode lima tahun, dan lahir Badan Perwakilan Desa (BPD). Lalu melalui UU Nomor 32 Tahun 2004, masa jabatan Kepala Desa menjadi enam tahun, sementara jabatan Sekretaris Desa diisi oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS).

UU Nomor 6 Tahun 2014 membawa perubahan besar dengan adanya dana desa dan alokasi dana desa (ADD) untuk mempercepat pembangunan.

Desa Kuningan Blitar, wisata religi dan napak tilas sejarah para ulama di Blitar

Kepemimpinan dari Masa ke Masa
Sejak berdiri, Desa Wates telah dipimpin oleh berbagai tokoh:

  • Masa Orde Lama (1883–1968): Bapak Merto Drono hingga Bapak Ardjo Lukito.
  • Masa Orde Baru (1968–1998): Bapak Sutrisno, Noerpahid, dan Kemad Yudiyanto.
  • Era Reformasi hingga kini: Bapak Sukadi, Sutopo Cahyono, dan Moh. Hamid Almauludi.

Pada masa Orde Baru, pembangunan mengandalkan swadaya masyarakat dengan dukungan subsidi pusat. Kini, dengan dana desa sesuai UU Nomor 33 Tahun 2004, pembangunan lebih merata dan berkelanjutan.

Warisan yang Tetap Terjaga
Desa Wates menjadi contoh komunitas yang mampu beradaptasi dengan perubahan zaman tanpa meninggalkan akar tradisi. Semangat gotong royong warisan para pendahulu tetap menjadi landasan pembangunan menuju desa yang maju dan sejahtera.

Resensi buku “Perjuangan Kita” karya Sutan Sjahrir: Suara sosialis humanis dalam gemuruh revolusi

×