Blitar – Desa Ngadipuro, yang berada di Kecamatan Wonotirto, Kabupaten Blitar, merupakan salah satu desa dengan sejarah panjang yang diwariskan secara turun-temurun.
Awal mula berdirinya desa ini berasal dari cerita rakyat yang disampaikan secara lisan oleh para tetua desa. Berbagai versi kisah mencakup asal-usul nama desa, kondisi geografis, serta kehidupan sosial budaya masyarakatnya.
Dahulu, wilayah ini adalah bagian dari Dusun di Desa Ngeni, Kecamatan Sutojayan. Pada tahun 1968, warga Ngadipuro mengajukan permohonan pemekaran wilayah untuk membentuk desa sendiri. Pemerintah kemudian menunjuk Soebari, seorang anggota ABRI, sebagai pelaksana harian kepala desa.
Setelah melalui berbagai tahapan, akhirnya pada tahun 1971, Ngadipuro resmi berdiri sebagai desa mandiri dengan nama Desa Ngadipuro, masih berada dalam wilayah administratif Kecamatan Sutojayan saat itu.
Perubahan wilayah terjadi ketika Kecamatan Wonotirto resmi dibentuk. Sebagian wilayah dari Kecamatan Sutojayan dan Bakung dipisah, dan Desa Ngadipuro pun dimasukkan ke dalam Kecamatan Wonotirto.
Saat ini, desa ini terdiri dari dua dusun, yakni Dusun Krajan dan Dusun Banyuurip.
Dikelilingi oleh pesona alam berupa pantai-pantai eksotis seperti Pantai Jebring, Pantai Princen, dan Wedi Ireng, Desa Ngadipuro memiliki luas sekitar 1.859,660 hektar, meliputi kawasan permukiman, lahan pertanian, area perhutani, perkebunan, hingga pesisir pantai.
Letaknya yang dikelilingi perbukitan dan berbatasan langsung dengan Samudera Hindia menjadikan lanskap desa ini begitu menawan dan penuh potensi.
Dengan kekayaan sejarah, geografis, dan budaya yang dimiliki, Desa Ngadipuro tidak hanya menjadi tempat yang penting secara historis, tetapi juga menyimpan daya tarik yang luar biasa bagi pengembangan wisata dan kemajuan masyarakatnya. Desa ini layak disebut sebagai permata tersembunyi di pesisir selatan Blitar.