Dalam persidangan pidana, Jaksa Penuntut Umum berhadapan dengan terdakwa atau penasihat hukumnya. Peran hakim sangat penting karena ia yang menentukan bersalah atau tidaknya terdakwa.
Untuk menemukan kebenaran materiil, hakim dituntut cermat, objektif, bertanggung jawab, serta mampu mengendalikan jalannya persidangan.
Putusan hakim harus didasarkan pada prinsip “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, sehingga tanggung jawab yang diemban sangat berat dan menuntut kecakapan serta integritas tinggi tanpa memihak.
Hakim tidak hanya berfungsi sebagai pendengar, tetapi juga aktif memimpin jalannya sidang. Ia berwenang mengajukan pertanyaan, memberi kesempatan seimbang kepada jaksa maupun penasihat hukum terdakwa, serta memastikan seluruh keterangan saksi terungkap secara jelas.
Sesuai UU No. 14 Tahun 1970 jo. UU No. 35 Tahun 1999 tentang Pokok Kekuasaan Kehakiman, peradilan dilakukan oleh majelis yang beranggotakan sekurang-kurangnya tiga hakim, dipimpin oleh seorang hakim ketua.
Ketentuan ini ditegaskan kembali dalam UU No. 4 Tahun 2004 Pasal 17, serta Pasal 217 KUHAP yang menyebutkan hakim ketua wajib memimpin sidang sekaligus menjaga ketertiban jalannya persidangan.
Sebagai pimpinan sidang, hakim ketua memiliki kewenangan penuh mengatur proses tanya jawab, serta memberi perintah kepada panitera, jaksa, maupun terdakwa.
Semua perintah tersebut harus dilaksanakan sesuai ketentuan undang-undang demi kelancaran pemeriksaan dan tertibnya persidangan.