Artikel Feature
Beranda » Resensi buku “Perjuangan Kita” karya Sutan Sjahrir: Suara sosialis humanis dalam gemuruh revolusi

Resensi buku “Perjuangan Kita” karya Sutan Sjahrir: Suara sosialis humanis dalam gemuruh revolusi

Buku perjuangan kita karya Sutan Sjahrir.
Buku perjuangan kita karya Sutan Sjahrir. (Dok. Pribadi)
Pengarang : Sutan Sjahrir
Judul asli : Onze Strijd
Negara : Belanda
Bahasa : Belanda
Genre : Pamflet politik
Penerbit : Vrij Nederland
Tanggal terbit : 1945, 1946
Sutan Sjahrir (1909 – 1946), bukan sekadar nama dalam catatan panjang sejarah Indonesia. Seorang sosok pemikir progresif, sosialis humanis sekaligus  Perdana Menteri pertama Republik dan menjadi Perdana Menteri termuda didunia saat itu pada usia 36 Tahun.
Ia merupakan pemimpin yang mencintai rakyat dengan cara berpikir yang sangat rasional dan modern. Sjahrir menulis pamflet Perjuangan Kita di tengah situasi revolusi yang kacau, tepatnya pada akhir oktober 1945, sebagai bentuk evaluasi dan panduan arah perjuangan bangsa.
Buku yang sebenarnya pamflet perjuangan ini ditulis dengan penuh kesadaran ideologis dan tanggung jawab historis. Ia mengajak rakyat dan elit bangsa untuk berpikir jernih, menjauhi tindakan anarkis, dan menyusun strategi perjuangan berdasarkan realitas sosial dan konstelasi internasional.
Dalam edisi bahasa Belanda tahun 1946, beberapa isinya mengandung kata-kata pembukaan oleh Perhimpoenan Indonesia dan digunakan untuk mempengaruhi opini publik Belanda selama Perundingan Linggarjati. Terjemahan bahasa Inggris-nya dibagikan di Aula Westminster kepada delegasi Britania (Inggris) untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Isi buku dan gagasan utama
Pamflet Perjuangan Kita dibuka dengan kesadaran bahwa revolusi bukanlah kemarahan sesaat, tetapi perjuangan panjang yang menuntut kecerdasan, disiplin serta kesadaran kelas.
Sjahrir dengan tegas mengkritik perilaku fasis yang muncul di tengah euforia revolusi, seperti pembunuhan terhadap kaum minoritas dan kekacauan yang tidak terkendali.
Menurutnya, hal ini justru mencederai nama baik Republik dan memperlemah dukungan internasional terhadap kemerdekaan Indonesia.
Buku ini mengandung beberapa tema pokok, diantaranya:
– Revolusi Nasional adalah Revolusi Kerakyatan: Bukan hanya soal mengganti penjajah, tetapi soal membebaskan rakyat dari feodalisme, kemiskinan, dan ketakutan.
– Bahaya Militerisme dan Fasisme: Sjahrir menyadari pengaruh Jepang yang masih kuat pada jiwa pemuda Indonesia. Ia menolak cara berpikir otoriter dan mengajak anak muda kembali pada jalur perjuangan demokratis.
– Peran Buruh dan Tani: Sjahrir menyerukan pentingnya kesadaran kelas pada buruh dan petani agar mereka tidak hanya menjadi alat, tetapi pelopor revolusi.
– Partai Revolusioner: Ia menyerukan perlunya partai kerakyatan yang berbasis ideologi, disiplin, dan keilmuan untuk memimpin revolusi secara rasional.
– Sikap terhadap Kaum Minoritas: Sjahrir menentang nasionalisme sempit dan menyerukan keadilan sosial sebagai landasan revolusi, bukan kebencian rasial.
Nilai dan relevansi sosialis dalam karya Ini
Sjahrir memandang bahwa perjuangan tidak bisa hanya didasarkan pada semangat nasionalisme yang kosong. Ia menekankan bahwa substansi kemerdekaan harus diwujudkan dalam bentuk demokrasi sejati, keadilan sosial sekaligus penghapusan sistem feodal dan kolonial.
Bagi Sjahrir, Indonesia merdeka tidak berarti apa-apa jika rakyatnya tetap lapar, tertindas, dan tidak punya suara.
Dalam semangat sosialisnya, ia menekankan pentingnya pemerintahan yang demokratis, pemilikan alat produksi oleh rakyat, dan pembentukan masyarakat yang bebas dari penindasan ekonomi maupun budaya.
Ia juga mengkritik nasionalisme yang tidak dilandasi kesadaran sosial yang dapat menjelma menjadi fasisme baru.
Gaya bahasa dan argumentasi
Walaupun ditulis dalam bahasa Indonesia lama, Perjuangan Kita disusun dengan logika yang sistematis dan pemikiran kritis.
Ia tidak berseru dengan jargon revolusioner yang kosong, tetapi menawarkan analisis konkret tentang situasi dalam dan luar negeri dari pengaruh kapitalisme global hingga peran milisi rakyat.
Gaya menulis Sjahrir adalah reflektif, mendalam, namun tetap mudah dipahami oleh pembaca yang bersedia berpikir.
Tidak heran jika Benedict Anderson menyebut buku ini sebagai “diagnosis paling jelas atas masalah Indonesia pasca-kemerdekaan dan satu-satunya program perjuangan yang koheren pada masa itu”.
Apakah buku ini masih relevan?
Di era ketika demokrasi sering dipertukarkan dengan populisme dan gerakan sosial dikerdilkan oleh narasi-narasi elite, membaca Perjuangan Kita adalah seperti menemukan kembali napas idealisme perjuangan.
Ia relevan bagi aktivis, pemuda, kaum intelektual maupun rakyat biasa yang ingin memperjuangkan kemerdekaan yang lebih dari sekadar simbol.
Sjahrir mengajarkan bahwa perjuangan bukan sekadar melawan musuh luar, tetapi melawan kebodohan, fanatisme serta oportunisme di dalam diri sendiri dan masyarakat. Kemerdekaan, menurut Sjahrir, harus menjadi kesempatan untuk membebaskan rakyat, bukan sekadar membangun elit baru.
Kesimpulan
Perjuangan Kita adalah karya monumental yang bukan hanya mengkritisi realitas pasca-proklamasi, tetapi juga menyodorkan arah baru yang berakar pada nilai-nilai sosialis dan kemanusiaan universal.
Bagi mereka yang mendambakan politik dengan nilai, etika, dan arah historis, buku ini bukan hanya perlu dibaca, tapi direnungkan dan dijadikan pedoman.
×