Blitar – Desa Binangun memiliki kisah sejarah panjang yang berawal pada abad ke-18, saat sekelompok pengungsi dari Pasukan Kerajaan Mataram tiba di wilayah yang kala itu masih berupa hutan lebat.
Kelompok tersebut terdiri dari pria, wanita, hingga anak-anak yang melarikan diri dari penjajahan Belanda. Dengan segala keterbatasan, mereka mulai membuka hutan untuk dijadikan lahan pertanian dan tempat tinggal.
Lambat laun, kawasan ini berkembang menjadi permukiman yang dinamai Kampung Mentaraman. Karena tanahnya subur, wilayah ini menarik penduduk baru dari berbagai daerah seperti Ponorogo, Trenggalek, dan Tulungagung.
Seiring bertambahnya jumlah penduduk, masyarakat setempat menyelenggarakan musyawarah yang dipimpin oleh seorang tokoh bernama Soinangun.
Dalam musyawarah tersebut, nama desa diubah menjadi Binangun, yang bermakna masyarakatnya mudah diarahkan dan memiliki semangat membangun. Soinangun pun diangkat menjadi Kepala Desa pertama pada tahun 1865.
Kemudian, pada tahun 1898, Kepala Desa Kromosari menginisiasi pembagian desa menjadi empat pedukuhan, yaitu Dukuh Binangun, Dukuh Tambimaron, Dukuh Kaliwungu, dan Dukuh Selok. Masing-masing dukuh dipimpin oleh seorang Kamituwo dan dibantu Kabayan dalam mengelola wilayahnya.
Setelah wafatnya Kromosari, tampuk kepemimpinan desa dilanjutkan oleh Kriontani, yang kemudian menyelenggarakan pemilihan kepala desa pertama pada tahun 1900. Dari hasil pemilihan itu, Somoredjo terpilih sebagai Kepala Desa keempat.
Pada masa kepemimpinan Somoredjo, Desa Sambirejo yang penduduknya relatif sedikit, bergabung dengan Desa Binangun. Sejak saat itu, Sambirejo menjadi dukuh kelima di Desa Binangun.
Hingga kini, Desa Binangun terus dipimpin oleh kepala desa yang berganti dari masa ke masa, namun tetap menjaga nilai-nilai tradisional dan semangat gotong royong yang telah mengakar sejak desa ini berdiri. (Blt)