Artikel Opini
Beranda » Mengapa LBH PMII, Sebagai Sebuah Keharusan?

Mengapa LBH PMII, Sebagai Sebuah Keharusan?

Alex Cahyono. (Dok. Pribadi)
Alex Cahyono. (Dok. Pribadi)

LBH (Lembaga Bantuan Hukum) adalah  organisasi kemasyarakatan yang memberikan bantuan hukum secara gratis kepada masyarakat yang membutuhkan, terutama yang tidak mampu secara finansial. Lembaga ini memiliki peran penting dalam menjamin akses keadilan bagi masyarakat yang kurang mampu.

Pasal 1 ayat (1) Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum menyebutkan Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum.

Sedangkan dalam Pedoman Organisasi (PO) PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) LBH diatur dalam Muspimnas 2022 tepatnya di Peraturan Organisasi Tentang Tata Kelola Dan Tata Kerja Lembaga Bantuan Hukum Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia di Bab I Ketentuan Umum yang menyebutkan:

Lirik Lagu Sombanusa Biar Ina Tenang

1). Lembaga Bantuan Hukum yang disingkat LBH, adalah Perangkat Keorganisasian PMII;

2) Bantuan Hukum adalah suatu jasa hukum dari pemberi Bantuan Hukum kepada Bantuan Hukum secara cuma-cuma;

Jadi peraturan ini menegaskan bahwa LBH merupakan perangkat resmi organisasi yang memiliki kewenangan dan fungsi strategis dalam memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada anggota, kader, maupun masyarakat luas.

Gerak Cepat, Mas Ibin Turun Langsung Tinjau Sungai Sering Meluap saat Hujan Lebat Guyur Kota Blitar

Ini menjadi dasar hukum yang kuat bagi setiap cabang PMII, termasuk PC (Pengurus Cabang) PMII Blitar Raya, untuk membentuk dan mengoperasionalkan LBH sebagai bagian dari perangkat organisasi yang sah dan fungsional.

Keberadaan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dalam tubuh organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) bukan sekadar pelengkap, melainkan kebutuhan mendesak yang selaras dengan arah gerakan dan nilai-nilai perjuangan PMII itu sendiri.

PMII dikenal sebagai organisasi kaderisasi yang menjunjung tinggi nilai keadilan, keberpihakan kepada kaum lemah, dan perlawanan terhadap ketidakadilan struktural.

Wali Kota Blitar Temani Gubernur Lemhannas RI Ziarah ke Makam Bung Karno

Maka, LBH adalah wujud konkret dari idealisme tersebut agar menjadi sarana advokasi dan pembelaan terhadap masyarakat yang terpinggirkan dari sistem hukum yang adil.

Di Blitar Raya, realitas sosial menunjukkan banyaknya persoalan hukum yang menimpa masyarakat kelas bawah, seperti konflik agraria, pelanggaran hak pekerja, dan kriminalisasi masyarakat kelas bawah namun tidak diimbangi dengan akses bantuan hukum yang memadai.

Ketiadaan pendamping hukum yang “cuma-cuma” membuat masyarakat miskin semakin rentan terhadap penyalahgunaan kekuasaan. LBH PMII di tingkat cabang memiliki peluang besar untuk menjawab kesenjangan ini dengan turun langsung memberi bantuan hukum serta menjadi jembatan antara rakyat dan sistem hukum negara.

Tidak hanya untuk masyarakat, keberadaan LBH juga sangat penting untuk penguatan kapasitas kader PMII sendiri, terutama yang berlatar belakang hukum. LBH dapat menjadi ruang kaderisasi praksis, tempat kader belajar langsung tentang mekanisme hukum, proses advokasi, hingga pengelolaan kasus.

Ini memberi nilai tambah strategis bagi PMII karena diharapkan mampu melahirkan kader advokat ataupun pendamping hukum yang berintegritas serta memiliki keberpihakan ideologis pada kaum tertindas.

Fungsi LBH tidak terbatas pada litigasi atau pendampingan hukum di pengadilan. Lebih dari itu, LBH dapat menjadi lembaga edukasi hukum masyarakat, melakukan penyuluhan hukum ke desa-desa, serta memberikan pemahaman mengenai hak-hak warga negara dalam menghadapi persoalan hukum sehari-hari.

Dalam jangka panjang, ini akan menciptakan kesadaran hukum kolektif yang memperkuat masyarakat sipil dan membangun keadaban hukum dari bawah.

Tentu saja, pembentukan LBH tidak lepas dari tantangan mulai dari keterbatasan sumber daya manusia, kader yang berprofesi sebagai advokat, kebutuhan jaringan advokat profesional, hingga pendanaan yang berkelanjutan.

Namun, tantangan ini bisa diatasi melalui sinergi dengan alumni PMII yang berprofesi sebagai advokat, menjalin kemitraan dengan organisasi bantuan hukum lain, serta memanfaatkan jejaring kampus dan masyarakat sipil.

Yang terpenting adalah adanya komitmen dan kesadaran dari pengurus PC PMII Blitar Raya bahwa LBH adalah prioritas perjuangan, bukan sekadar program musiman.

Oleh karena itu, LBH harus difahami bukan hanya lembaga hukum, tetapi juga wajah dari perjuangan PMII di tengah masyarakat. Hal ini adalah manifestasi dari misi sosial organisasi, dan perwujudan nyata dari nilai keislaman dan keindonesiaan yang selama ini dijunjung tinggi.

Mendirikan dan menghidupkan LBH di PC PMII Blitar Raya adalah langkah paling konkret, jika PMII masih ingin disebut sebagai gerakan kader, gerakan keilmuan, dan gerakan berbasis kerakyatan.

×