![]() |
(Istimewa) |
Hak atas tanah yang dimaksud adalah Hak Milik, HGU, HGB, dan Hak Pakai. Sertifikat diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang bersangkutan sesuai dengan data fisik dan data yuridis yang telah didaftar dalam buku tanah.
Sertifikat hanya boleh diserahkan kepada pihak yang namanya tercantum dalam buku tanah yang bersangkutan sebagai pemegang hak, atau kepada pihak lain yang dikuasakan olehnya.
Dalam hal pemegang hak sudah meninggal dunia, sertifikat diserahkan kepada ahli warisnya atau salah seorang ahli waris dengan persetujuan para ahli waris lainnya.
Sertifikat tanah merupakan bukti kepemilikan yang terkuat, namun tidak mutlak. Ketidakmutlakan tersebut untuk menjamin asas keadilan dan kebenaran. Ada empat hal yang wajib dipenuhi dalam penerbitan sertifikat hak atas tanah, yakni :
1. Status/dasar hukum (atas hak kepemilikan)
Hal ini untuk memastikan dengan dasar apa tanah tersebut diperoleh : apakah melalui jual beli, hibah, warisan, tukar menukar, atau dari hak garap tanah negara, termasuk juga riwayat tanahnya.
2. Identitas pemegang hak (kepastian subjektif)
Untuk memastikan siapa pemegang hak sebenarnya dan apakah orang tersebut benar - benar berwenang untuk mendapatkan hak tanah yang dimaksud.
3. Letak dan luas objek tanah (kepastian objek)
Hal yang diwujudkan dalam bentuk surat ukur/gambar situasi (GS) untuk memastikan dimana letak atau batas - batas dan luas tanah tersebut agar tidak tumpang tindih dengan tanah orang lain, termasuk untuk memastikan objek tanah tersebut ada atau tidak ada (fiktif).
4. Prosedur penerbitannya (prosedural)
Harus memenuhi asas pembeli sitas, yaitu dengan mengumumkan pada kantor kelurahan atau pertanahan setempat tentang adanya permohonan hak atas tanah tersebut, agar pihak lain yang merasa keberatan dapat mengajukan sanggahan sebelum pemberian hak (sertifikat) itu diterbitkan (pengumuman tersebut hanya diperlukan untuk pemberian hak/sertifikat baru, bukan untuk balik nama).
Permohonan pemberian Hak Milik untuk perorangan agar dapat diterbitkan sertifikat, diajukan kepada Kantor Pertanahan setempat dengan melampirkan persyaratan :
1. Formulir Permohonan (diisi sesuai petunjuk);
2. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga Pemohon;
3. Surat Kuasa bermeterai apabila dikuasakan, serta fotokopi Kartu Tanda Penduduk Penerima Kuasa;
4. Asli bukti perolehan tanah/alas hak;
5. Asli bukti pelepasan hak dan pelunasan tanah dan rumah (rumah golongan III) atau rumah yang dibeli dari pemerintah;
6. Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang - Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT - PBB) tahun berjalan; dan
7. Bukti pelunasan Surat Setoran Pajak Daerah - Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (SSPD - BPHTB).
Selanjutnya, permohonan pemberian HGB untuk Badan Hukum agar dapat diterbitkan sertifikat, diajukan kepada Kantor Pertanahan setempat dengan melampirkan persyaratan :
1. Formulir Permohonan (diisi sesuai petunjuk);
2. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga Pemohon;
3. Surat Kuasa bermeterai apabila dikuasakan, serta fotokopi Kartu Tanda Penduduk Penerima Kuasa;
4. Fotokopi Akta Pendirian Perusahaan dan Pengesahan Badan Hukum;
5. Izin Lokasi atau Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah;
6. Proposal/Rencana Pengusahaan Tanah;
7. Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang - Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT - PBB) tahun berjalan; dan
8. Bukti pelunasan Surat Setoran Pajak Daerah - Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (SSPD - BPHTB)
Setiap sertifikat hak atas tanah yang diterima memuat salinan buku tanah dan salinan surat ukur. Salinan buku tanah terdiri dari empat halaman. Halaman pertama memuat jenis hak dan nomor haknya, letak bidang tanah, dan nomor sertifikat. Halaman kedua merupakan halaman Pendaftaran Pertama yang berisi sembilan ruang, yaitu :
1. Jenis, nomor, dan berakhirnya hak;
2. Nomor Identifikasi Bidang Tanah (NIB) dan letak tanah;
3. Asal Hak;
4. Dasar Pendaftaran;
5. Nomor dan tanggal Surat Ukur, serta luas bidang tanah;
6. Nama pemegang hak dan tanggal lahir/akta pendirian;
7. Tanggal pembukuan;
8. Tanggal penerbitan sertifikat; dan
9. Penunjuk.
Salinan Surat Ukur dibuat satu lembar dan di dalam sertifikat dilipat dan dijahit menjadi empat halaman. Halaman pertama berisi Nomor Sertifikat, Nomor Identifikasi Bidang Tanah (NIB), Nomor Surat Ukur, Letak Bidang Tanah, Nomor Peta Pendaftaran, Keadaan Tanah, Tanda - Tanda Batas, Luas, serta Penunjukan dan Penetapan Batas.
Halaman dua dan tiga berisi peta fisik beberapa bidang tanah dan batas - batas bidang tanah yang diuraikan dalam surat ukur, digambar dengan garis hitam yang lebih tebal dengan skala tertentu. Halaman keempat, salinan surat ukur berisi hal - hal lain dan penandatanganan untuk penerbitan sertifikat yang ditandatangani Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang berwenang.
Nomor Sertifikat adalah nomor setiap sertifikat yang diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Nomor sertifikat terletak di bagian bawah dari cover sertifikat dan di halaman pertama sertifikat. Nomor sertifikat terdiri dari 14 angka, yang memiliki arti, yaitu:
1. Dua digit pertama merupakan kode provinsi;
2. Dua digit kedua merupakan kode kabupaten/kota;
3. Dua digit ketiga merupakan kode kecamatan;
4. Dua digit keempat merupakan kode desa/kelurahan;
5. Satu digit berikutnya merupakan kode hak atas tanah; dan
6. Lima digit terakhir merupakan nomor hak atas tanah tersebut.
Nomor Identifikasi Bidang Tanah (NIB) adalah nomor setiap bidang tanah yang sudah ditetapkan batas - batasnya, baik dalam pendaftaran tanah secara sistematik maupun sporadik yang dicantumkan pada Risalah Penelitian Data Yuridis dan Penetapan Batas.
NIB terdiri dari 13 angka, yakni 8 digit pertama merupakan kode provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan desa/kelurahan tempat bidang tanah terletak serta lima digit terakhir merupakan nomor bidang tanah.
Tags
Artikel