11 Maret 1966: Demonstrasi Saat Rapat Kabinet, Berujung Lahirnya Supersemar yang Kontroversial

11 Maret 1966: Demonstrasi Saat Rapat Kabinet, Berujung Lahirnya Supersemar yang Kontroversial
Istimewa.
Gelombang demonstrasi meneriakkan Tritura (Tri Tuntutan Rakyat) setelah peristiwa G30S/PKI yang semakin masif dilakukan oleh elemen mahasiswa dan pemuda sejak kematian Arif Rahman Hakim di bulan Februari 1966 semakin memuncak. Hal tersebut menemui puncaknya pada Jum'at 11 Maret 1966, saat rapat perdana Kabinet Dwikora atau disebut Kabinet 100 menteri pasca reshuffle di Istana Merdeka Jakarta.

Situasi jalanan yang dipenuhi demonstrasi besar - besaran berhasil menghadang sejumlah menteri - menteri Soekarno, beberapa massa bahkan menggembosi ban - ban mobil para menteri sehingga banyak menteri yang terlambat mengikuti rapat. Letnan Jenderal Soeharto sendiri sebagai Menteri/Panglima Angkatan Darat saat itu tidak hadir dikarenakan sakit. 

Ketika rapat berlangsung, selain ada unsur mahasiswa dan pemuda yang sedang berdemonstrasi dilindungi militer, belakangan ada sejumlah "Pasukan Liar" sekitar 80 personel dari Kostrad yang mengelilingi Istana. Rupanya pasukan tersebut dipimpin oleh Brigadir Jenderal Kemal Idris yang saat itu menjadi Kepala Staf Kostrad, ia diperintah oleh Kolonel Sarwo Edhie Wibowo (Komandan Resimen Para Komando Angkatan Darat/RPKAD). Tujuan mereka adalah menangkap para menteri yang terindikasi G30S/PKI.

Brigadir Jenderal Sabur, Komandan Tjakrabirawa/Pasukan Pengawal Presiden menerima nota tentang kehadiran pasukan liar tersebut lalu setelahnya memberitahukannya kepada Presiden Soekarno. Akhirnya Soekarno meninggalkan rapat kabinet tersebut dengan mengatakan "Perkembangan baru telah terjadi", kemudian Presiden Soekarno disarankan meninggalkan Istana Merdeka menuju Istana Bogor menggunakan helikopter. 

Sore harinya, tiga jenderal Angkatan Darat, Mayor Jenderal Basuki Rahmat, Menteri Veteran dan Demobilisasi, Brigadir Jenderal M. Jusuf, Menteri Perindustrian Dasar dan Brigadir Jenderal Amir Machmud, Komandan Komando Daerah Militer V menghadap Soekarno yang saat itu baru bangun tidur. Soekarno terlihat marah sekali atas kehadiran mendadak jenderal - jenderal tersebut. Namun setelah tenang, ia menanyakan situasi Jakarta.

Kemudian tiga orang tersebut menyampaikan pesan bahwa kehadiran mereka memang diminta oleh Soeharto untuk menghadap Presiden yang intinya Soeharto memerlukan surat perintah agar dapat mengendalikan situasi itu. Soekarno kemudian kembali naik pitam, berbagai solusi tentang pemulihan keamanan diutarakan tiga Jenderal tersebut hingga ditandatanganinya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar).

Inti dari Supersemar adalah menugaskan Soeharto untuk memulihkan keamanan negara. Setelah menerima surat perintah ini, oleh Soeharto langsung dibuat legitimasi membubarkan PKI dan menangkap seluruh pejabat negara yang terindikasi G30S/PKI serta seluruh elemen negara yang loyal terhadap Presiden Soekarno. 

Sehingga praktis seluruh lembaga negara dibersihkan dari unsur - unsur yang berafiliasi dengan PKI, serta secara perlahan mulai melucuti kekuasaan Soekarno. Surat perintah ini juga membuka tindakan represif tentara melakukan pembantaian massal selama tahun 1966 - 1967. Hal ini menandai awal kejatuhan Politik Soekarno dan dimulainya kekuasaan Orde Baru.

Isi dari Supersemar sebagai berikut : 

1. Mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya Revolusi, serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Pimpinan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS, demi untuk keutuhan Bangsa dan Negara Republik Indonesia, dan melaksanakan dengan pasti segala ajaran Pemimpin Besar Revolusi.

2. Mengadakan koordinasi pelaksanaan perintah dengan Panglima – Panglima Angkatan Lain dengan sebaik-baiknya.

3. Supaya melaporkan segala sesuatu yang bersangkut paut dalam tugas dan tanggung jawabnya seperti tersebut di atas.

Meskipun begitu, nyatanya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) tersebut isinya banyak menyimpan opini kontroversial yang mengiringi terbitnya surat perintah tersebut. Mulai dari hilangnya naskah asli, Presiden Soekarno yang diintimidasi terpaksa menandatangani surat tersebut dengan todongan senjata hingga munculnya beberapa versi Supersemar yang sampai saat ini masih dalam perdebatan sejarawan. 

Sidang Umum MPRS Ke - IV pada tanggal 21 Juni sampai 5 Juli 1966, Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) dijadikan TAP MPRS sebagaimana tertuang pada Ketetapan MPRS Nomor IX/MPRS/1966 tentang Surat Perintah Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/Pemimpin Besar Revolusi /Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia. 

Selain itu tindakan Soeharto membubarkan PKI diperkuat dengan Ketetapan MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan Sebagai Organisasi terlarang di seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Paham atau Ajaran Komunis/Marxisme Leninisme.

Sebelumnya Presiden Soekarno pada 22 Juni 1966, menyampaikan pidato pertanggungjawaban atas tragedi nasional yang terjadi. Pidato tersebut diberi judul "Nawaksara" berisi 9 butir penjelasan Presiden. 

Namun pidato pertanggungjawaban ini ditolak MPRS. Pada 10 Januari 1967, Soekarno kembali menyampaikan "Pelengkap Nawaksara" tetapi ditolak kembali oleh MPRS dengan kesimpulan bahwa Presiden Soekarno telah lalai dalam memenuhi kewajiban Konstitusional.

Akhirnya, pada 22 Februari 1967 Soekarno secara resmi mengundurkan diri, menyerahkan kepemimpinannya kepada pengemban Supersemar yakni Jenderal Soeharto.

Lebih baru Lebih lama

Space Iklan

magspot blogger template

Iklan

Magspot Blogger Template

نموذج الاتصال