![]() |
(Ilustrasi Peradilan) |
Ayat (1) : Pelaksanaan Bantuan Hukum dilakukan oleh Pemberi Bantuan Hukum yang telah memenuhi syarat berdasarkan Undang - Undang ini.
Ayat (2) : Syarat - syarat Pemberi Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. berbadan hukum;
b. terakreditasi berdasarkan undang - undang ini;
c. memiliki kantor atau sekretariat yang tetap;
d. memiliki pengurus; dan
e. memiliki program Bantuan Hukum.
Dalam pelaksanaan program bantuan hukum juga memiliki hak yang diatur dalam pasal 9 UU No.16/2011. Diantara hak tersebut adalah sebagai berikut:
a. melakukan rekrutmen terhadap advokat, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum;
b. melakukan pelayanan Bantuan Hukum;
c. menyelenggarakan penyuluhan hukum, konsultasi hukum, dan program kegiatan lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan Bantuan Hukum;
d. menerima anggaran dari negara untuk melaksanakan Bantuan Hukum berdasarkan undang - undang ini;
e. mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggungjawabnya di dalam sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan;
f. mendapatkan informasi dan data lain dari pemerintah ataupun instansi lain, untuk kepentingan pembelaan perkara; dan
g. mendapatkan jaminan perlindungan hukum, keamanan, dan keselamatan selama menjalankan pemberian Bantuan Hukum.
Baca Juga: PMII Blitar Rekomendasi Penertiban Tambang, Bukan Penutupan, Pakai Alat Manual Bukan Alat Berat
Selain hak diatas, Pasal 10 juga menyebutkan tentang kewajiban pemberi bantuan hukum, yakni :
a. melaporkan kepada Menteri tentang program Bantuan Hukum;
b. melaporkan setiap penggunaan anggaran negara yang digunakan untuk pemberian Bantuan Hukum berdasarkan undang - undang ini;
c. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan Bantuan Hukum bagi advokat, paralegal, dosen, mahasiswa fakultas hukum yang direkrut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Huruf a;
d. menjaga kerahasiaan data, informasi, dan/atau keterangan yang diperoleh dari Penerima Bantuan Hukum berkaitan dengan perkara yang sedang ditangani, kecuali ada alasan yang sah secara hukum.
Pemberian bantuan hukum adalah program kelembagaan, dan bukan orang - orang per orang dari profesi advokat. Bisa saja seseorang berprofesi sebagai advokat, tapi bukan sebagai pemberi bantuan hukum sebagaimana UU No.16/2011. Mungkin karena kantor advokatnya belum berbadan hukum atau belum terakreditasi oleh Kementrian Hukum dan HAM.
Sebagaimana advokat dalam UU No.18/2003 memiliki hak imunitas, begitu juga pemberi bantuan hukum dalam UU No.16/2011 juga diberikan hak imunitas yang sama. Pasal 11 menyebutkan :
"Pemberi Bantuan Hukum tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana dalam memberikan Bantuan Hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang dilakukan dengan itikad baik di dalam maupun di luar sidang pengadilan dengan itikad baik di dalam maupun di luar sidang pengadilan sesuai Standar Bantuan Hukum berdasarkan peraturan perundang - undangan dan/atau Kode Etik Advokat.
Penerima Bantuan Hukum
Penerima bantuan sebagaimana Pasal 1 Ayat 2 UU No.16/2011 diartikan sebagai "orang atau kelompok orang miskin". Sebagai orang atau kelompok orang miskin, penerima bantuan hukum memiliki hak sebagaimana ketentuan Pasal 12, yaitu :
a. mendapatkan Bantuan Hukum hingga masalah hukumnya selesai dan/atau perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama Penerima Bantuan Hukum yang bersangkutan tidak mencabut surat kuasa;
b. mendapatkan Bantuan Hukum sesuai dengan Standard Bantuan Hukum dan/atau Kode Etik Advokat; dan
c. mendapatkan informasi dan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan pemberian Bantuan Hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan.
Untuk mendapatkan jasa sebagai penerima bantuan hukum haruslah memenuhi beberapa persyaratan sebagaimana Pasal 14 Ayat (1), yaitu :
a. mengajukan permohonan secara tertulis yang berisi sekurang - kurangnya identitas pemohon dan uraian singkat mengenai pokok persoalan yang dimohonkan Bantuan Hukum;
b. menyerahkan dokumen yang berkenaan dengan perkara; dan
c. melampirkan surat keterangan miskin dari lurah, kepala desa, atau pejabat yang setingkat di tempat tinggal pemohon Bantuan Hukum.
Dari keterangan tersebut, maka penerima bantuan hukum yang memenuhi syarat seperti yang telah disebutkan tidak memiliki kewajiban untuk membayar penanganan perkara oleh pemberi bantuan hukum. Semua penyelenggaraan bantuan hukum, pembiayaannya diserahkan ke Kementrian Hukum dan HAM (Pasal 17 Ayat 2).
Bahkan, pemberi bantuan hukum yang "menerima/meminta" pembayaran dari penerima bantuan hukum, terkait dengan perkara yang sedang ditangani oleh pemberi bantuan hukum tersebut, berdasarkan ketentuan Pasal 21 UU No.16/2011, dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah.
Tags
Artikel