![]() |
(Foto: IST) |
Aksi Mahasiswa mencapai puncaknya di bulan Februari 1966, keberadaan KAMI semakin didukung oleh elemen pemuda dan pelajar dengan disusul berdirinya KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar Indonesia) pada 9 Februari 1966. KAMI pun telah meluas dan dibentuk di daerah - daerah saat itu.
Saat Pelantikan Kabinet Dwikora II atau disebut Kabinet 100 Menteri oleh Presiden Soekarno pada 24 Februari 1966, para mahasiswa dan para pelajar berdemonstrasi menggagalkan pelantikan tersebut. Mahasiswa dan pelajar memberhentikan dan mengempesi ban berbagai kendaraan di beberapa titik strategis di jakarta.
Situasi yang tak terkendali saat jumlah massa semakin banyak dan posisi mereka mendekati istana negara. Pukul 11.30 WIB terdengar suara tembakan dari Pasukan Tjakrabirawa (pasukan pengawal presiden). Demonstran banyak mengalami luka - luka yang cukup serius.
Sementara dua demonstran lainnya yakni Arif Rahman Hakim seorang mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tingkat empat dan Zubaedah seorang siswi SMA asal Bandung tewas terkena tembakan.
Keesokan harinya saat pemakaman Arif Rahman Hakim, para mahasiswa berduyun - duyun mengarak jenazah Arif Rahman Hakim yang akan di makamkan. Para mahasiswa mengantarkan jenazah dengan membawa foto Arif Rahman Hakim dan Jas Kuning (Almamater UI) dengan baluran darah.
Konon katanya jas tersebut bukanlah jas Arif Rahman karena saat ia tertembak tidak memakai jas dan darah tersebut merupakan darah yang diambil dari ayam untuk mendramatisir kejadian saat itu.
Jenderal A.H. Nasution mengirimkan karangan bunga dan menyebutnya sebagai Pahlawan Ampera (Amanat Penderitaan Kelak). Kelak ketika Nasution menjadi Ketua MPRS untuk melucuti kekuasaan Soekarno, gelar pahlawan ampera menjadi TAP MPR.
Setelah kematian Arif Rahman Hakim, massa aksi semakin marah dan menguatkan konsolidasi antar gerakan yang semakin masif menuntut agar Soekarno diadili serta bertanggungjawab atas seluruh tragedi nasional yang sedang terjadi.
Meskipun KAMI dibubarkan oleh Presiden Soekarno setelah peristiwa ini, namun tak menyurutkan perjuangan mahasiswa untuk semakin intensif menggelar aksi besar menuntut Tritura. Bahkan setelahnya dibentuk Laskar Arif Rahman Hakim di Universitas Indonesia yang di ketuai oleh Fahmi Idris dari HMI (Himpunan Mahasiswa Islam).
Gugurnya Arif Rahman Hakim sebagai Pahlawan Ampera ternyata menimbulkan gejolak besar dalam pemerintahan Soekarno, tercatat 15 hari setelah kejadian tersebut terbit Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) yang secara perlahan digunakan oleh militer dan mahasiswa nantinya untuk meruntuhkan rezim orde lama. (Alex)