Pembagian Harta Bersama & Hak Mengasuh Anak Akibat Perceraian

Pembagian Harta Bersama & Hak Mengasuh Anak Akibat Perceraian
Pengadilan Agama Blitar. (Foto: IST)
Blitar -
Sebagai implikasi dari terjadinya perceraian atau putusnya ikatan perkawinan dari adanya putusan pengadilan (Pasal 38 Undang - Undang No. 1 Tahun 1974), salah satu kemungkinannya adalah timbulnya sengketa pembagian harta bersama dan masalah anak. 

Harta bersama adalah harta yang diperoleh selama dalam perkawinan dan masing - masing suami istri mendapatkan bagian setengahnya, kecuali ditentukan lain misal karena perjanjian.

Dalam perkara pembagian harta bersama, yang harus diperhatikan adalah apakah ada perjanjian perkawinan yang dibuat antara suami istri sebelum perkawinan berlangsung, apabila tidak ada perjanjian maka harta menjadi milik bersama antara suami dan istri. Harta itu baru dianggap sebagai harta bersama, apabila perolehannya sesudah tanggal perkawinan. 

Harta milik masing - masing adalah harta yang diperoleh sebelum perkawinan dilangsungkan, terdiri dari harta yang dibeli, hadiah, hibah atau warisan dan atau karena sebab lain (Pasal 119 s/d Pasal 123 KUH Perdata). Maka dari itu, pembuktian dan uraian tentang waktu/tanggal perolehan harta bersama sangatlah penting dan menentukan keberhasilan gugatan. 

Pembagian harta bersama ini biasanya dalam praktik sedikit sulit dilaksanakan, karena terjadi perbedaan nilai/harga yang ditaksir oleh pihak penggugat dan tergugat, sehingga jangan sampai lupa dalam gugatan supaya dimohonkan kepada hakim bahwa apabila pembagian dalam bentuk natura (barang) tidak dapat dilaksanakan supaya dijual lelang (melalui eksekusi lelang) dengan biaya yang dibebankan kepada tergugat. 


Sebab lelang, juga memerlukan biaya yang tidak sedikit. Dalam hal ini ada perbedaan antara pengadilan negeri dengan pengadilan agama, yakni apabila biaya lelang dimasukkan sebagai biaya perkara, menurut pasal 181 ayat (1) jo. Pasal 182 HIR/RIB harus dibebankan pada pihak yang kalah (tergugat), sedangkan menurut Pasal 89 Undang - Undang No. 7 Tahun 1989, biaya perkara dibebankan kepada penggugat.

Hak Mengasuh Anak

Kemungkinan lainnya dari adanya perceraian adalah hak mengasuh anak. Anak yang diperebutkan bisa anak kandung, anak angkat, anak luar kawin yang diakui maupun anak luar kawin yang tidak diakui. Untuk itu, dalam surat gugatan harus diuraikan secara jelas tentang asal usul anak itu serta bukti - bukti pendukungnya. Misal disebutkan secara lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta akta/keterangan kelahiran.

Dalam praktiknya, gugatan hak mengasuh anak, gugatan cerai, dan gugatan pembagian harta bersama dapat digabung/dicampur menjadi satu atau diajukan secara bersama - sama dalam satu gugatan boleh juga dipisah. Misalnya cerai dulu baru setelah putusan cerai berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), kemudian dianjurkan gugatan pembagian harta bersama dan atau dengan hak mengasuh anak.

Kalau gugatan cerai digabung dengan pembagian harta bersama dan atau hak mengasuh anak, ada konsekuensinya yakni apabila gugatan cerai ditolak maka dengan sendirinya gugatan pembagian harta bersama dan atau hak mengasuh anak juga ditolak. 

Selain itu, apabila gugatan cerai dikabulkan belum tentu gugatan yang lain tersebut juga dikabulkan sehingga ada resiko, putusan cerai kemungkinan bisa diterima oleh kedua belah pihak tetapi putusan terhadap pembagian harta bersama dan atau hak mengasuh anak ada yang tidak bisa menerima sehingga mengajukan banding. 

Dalam hal yang demikian itu, putusan cerai dengan sendirinya mengikuti proses banding dan menjadi belum berkekuatan hukum tetap. Oleh karena itu, apabila salah satu pihak menginginkan untuk kawin lagi, akan menjadi terhambat. Untuk itu semua, supaya dipertimbangkan efektivitas dan urgensi dari masing - masing penggugat.
Lebih baru Lebih lama

Space Iklan

magspot blogger template

Iklan

Magspot Blogger Template

نموذج الاتصال