(Foto: Istimewa) |
Terletak di Pulau Jawa, desa ini berbatasan dengan Hutan Gunung Kelut di utara, Desa Soso di timur, Desa Butun di selatan, dan Desa Gadungan di barat.
Awalnya, desa ini merupakan kawasan hutan yang dibuka oleh dua tokoh, Senen dan Girun, yang berasal dari Kelurahan Ngantang, Kabupaten Malang.
Hutan ini kemudian menjadi tempat penggembalaan hewan ternak, yang dikenal sebagai "pangonan." Nama Ngaringan sendiri berasal dari istilah Jawa "Ngasin" dan "Aring," yang berarti hewan ternak merasa nyaman dan tidak berkeliaran jauh.
Dalam perjalanan waktu, tempat ini berkembang menjadi pemukiman yang semakin ramai. Pada tahun 1858, Senen terpilih sebagai lurah pertama, menjabat selama 12 tahun.
Setelah masa pemerintahan beberapa lurah lainnya, Desa Ngaringan sempat digabungkan dengan Desa Butun pada tahun 1880, sebelum akhirnya berdiri sendiri kembali pada 1884 di bawah kepemimpinan Soijoyo.
Desa Ngaringan juga memiliki punden bernama "Punden Demangan," yang diyakini sebagai tempat pemakaman seorang demang bernama Mbah Joyo Kasan Besari dari Talun. Hingga kini, tradisi nyadran masih dilestarikan di tempat tersebut sebagai bagian dari penghormatan leluhur.
Baca juga: Mengenal Tragedi Malari, Demontrasi Besar pada Januari 1974
Selain itu, Desa Ngaringan terdiri dari beberapa dusun seperti Gondoroso, Purwosari, dan Bintang, yang memiliki cerita asal-usul masing-masing.
Misalnya, Dusun Gondoroso dinamai berdasarkan aroma harum yang kuat dari pohon-pohon yang ditebang, sedangkan Dusun Bintang dinamai karena letaknya yang paling tinggi di desa ini.
Desa Ngaringan tidak hanya kaya akan sejarah, tetapi juga tradisi yang masih hidup hingga kini, mencerminkan warisan budaya yang kuat di tengah kemajuan zaman.