(Foto: indonesia.go.id) |
Pertemuan ini menegaskan komitmen Indonesia untuk memperluas kerja sama ekonomi global melalui aksesi ke Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD). Langkah ini diharapkan dapat membuka akses ke pasar dari 38 negara anggota OECD yang menyumbang 64% perdagangan global.
Tidak hanya OECD, pemerintah juga gencar memproses keanggotaan dalam blok ekonomi BRICS dan Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CPTPP). BRICS, yang beranggotakan Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan, mencakup PDB senilai USD30,8 triliun dan populasi 3,5 miliar jiwa.
Sementara CPTPP dengan 12 negara anggota menawarkan potensi peningkatan ekspor hingga 10% berkat akses ke pasar Amerika Latin dan Inggris.
Langkah ini menjadi bagian dari strategi besar Indonesia menuju visi menjadi negara maju dan berpendapatan tinggi pada 2045.
Dengan bonus demografi pada 2030–2040, pemerintah fokus menguatkan SDM, mendorong investasi, dan menciptakan pertumbuhan ekonomi rata-rata 7% per tahun. Studi LPEM UI menunjukkan bahwa target ini realistis jika reformasi kebijakan, termasuk di bidang perpajakan dan hilirisasi industri, dilakukan secara konsisten.
Baca juga: KRI Hampala dan Lumba-Lumba: Wajah Baru Kekuatan Laut Nusantara
Dalam era penuh tantangan global, seperti ketegangan geopolitik dan pemulihan pascapandemi, Indonesia terus memprioritaskan kerja sama multilateral. Keanggotaan OECD tidak hanya menjadi simbol komitmen Indonesia terhadap standar ekonomi global, tetapi juga sinyal positif bagi investor.
Melalui sinergi OECD, BRICS, dan CPTPP, Indonesia membuka jalan untuk memperluas pasar ekspor dan meningkatkan daya saing. Dengan kerja keras dan reformasi berkelanjutan, Indonesia Emas 2045 bukan lagi mimpi, melainkan sebuah tujuan yang dapat dicapai.