 |
| (Foto: Istimewa) |
Tempat ini dikenal sebagai Makam Pangeranan, peristirahatan terakhir bagi para pemimpin yang pernah memimpin Kabupaten Blitar. Tidak seperti makam pada umumnya, Makam Pangeranan dirancang dengan tata letak rapi.
Beberapa makam bahkan berada di dalam bangunan khusus, lengkap dengan kelambu sebagai simbol penghormatan terhadap tokoh-tokoh yang dimakamkan.
Di antara tokoh yang dimakamkan, terdapat Bupati Blitar ke-2, KPH Warsokoesoemo (1866-1896), dan penerusnya KPH Sosrohadinegoro (1896-1917) yang dikenal dengan pusaka legendarisnya, Pecut Samandiman.
Pusaka ini diyakini berasal dari Ponorogo dan memiliki kekuatan ghaib yang mampu mengalahkan musuh, sebagaimana dikisahkan dalam legenda Raja Klono Sewandono.
Selain itu, makam ini juga menjadi tempat peristirahatan Bupati Malang ke-4 R.A.A Soerioadiningrat, R.M.H.T Brotodiningrat (Bupati Madiun), dan tokoh lainnya seperti R. Kartowibowo, penulis buku sejarah Adipati Aryo Blitar.
Baca juga: Jaranan Tril: Warisan Budaya Tak Benda Blitar yang Penuh Energi
Menariknya, Makam Pangeranan memiliki kaitan erat dengan sejarah Mataram Islam, khususnya Puro Mangkunegaran di Solo. Salah satu istri KPH Warsokoesoemo, KRA Nataningroem, adalah putri Mangkunegaran, menandakan hubungan kuat antara Blitar dan Mangkunegaran.
Meski menjadi situs bersejarah, Makam Pangeranan tidak dibuka untuk umum. Pengunjung harus mendapatkan izin dari pengelola untuk masuk. Hal ini menjaga kesakralan tempat yang menyimpan cerita tentang kekuasaan, kearifan, dan sejarah panjang Blitar.
Bagi para pecinta sejarah, tempat ini menawarkan sudut pandang yang menarik tentang peran Blitar dalam jejak pemerintahan dan budaya Jawa Timur, menjadikannya sebuah warisan yang patut dijaga.
