(Foto: M. Najib Zam zami) |
Di antara hamparan hijau pepohonan sepanjang jalan Desa Kandangan, Kecamatan Srengat, tersimpan kisah seorang tokoh spiritual yang melanglang buana di Blitar bagian barat. Syekh Abu Na'im, begitu masyarakat mengenalnya.
Di makam itu, seorang lelaki muda berperawakan kurus tinggi dengan rambut hitam, Khoirul Najib (24), menyambut dengan senyum hangat.
Najib adalah cucu dari Syekh Abu Na'im. Matanya berkaca-kaca saat mulai bercerita tentang sosok kakeknya seorang pewaris spiritual sekaligus arsitek masjid-masjid di wilayah Blitar, Tulungagung, dan Kediri.
Baca juga: Candi Sawentar: Kenangan Bisu di Tanah Blitar
"Saya sebagai cucu hanya mengenal beliau dari cerita orang-orang dan keluarga. Yang saya tahu, beliau adalah pelopor pembangunan masjid-masjid," ujar Najib.
Namun, Syekh Abu Na'im bukan sekadar pembangun masjid. "Beliau adalah pencipta ruang spiritual," tutur Najib, sambil menatap foto seorang ulama karismatik yang samar-samar tergantung di dinding.
Syekh Abu Na'im dikenal memiliki karomah yakni kemampuan spiritual yang dianggap luar biasa oleh para sesepuh desa. Salah satu karomahnya adalah kemampuan menerawang lokasi pembangunan masjid.
"Beliau tidak hanya melihat dari sisi arsitektur, tetapi juga membaca energi spiritual dari sebuah tempat," jelas Najib.
"Beliau bisa memilih kayu untuk tiang, menentukan arah kiblat, memilih lokasi, bahkan bahan-bahan bangunan dengan intuisi yang sulit dijelaskan," tambahnya. Salah satu karya monumental beliau adalah Masjid Baitul Manan di Desa Bendo.
"Setiap masjid yang dibangun oleh beliau memiliki ciri khas tersendiri, seperti tangga masuk yang sedikit lebih tinggi dari tanah sekitarnya," terang Najib.
Sebagai keturunan langsung dari Pangeran Diponegoro, Syekh Abu Na'im membawa spirit perjuangan dalam setiap bangunan masjid yang didirikannya. Bukan sekadar konstruksi batu dan kayu, tetapi juga monumen dakwah dan perjuangan spiritual.
Pada tahun 1979, Syekh Abu Na'im wafat dan dimakamkan di Desa Kandangan. Hingga kini, makamnya menjadi tempat ziarah dan tawasul bagi banyak orang, terutama menjelang bulan Ramadan.
Masjid di samping makamnya, yang telah berdiri sejak tahun 1942, masih menyimpan jejak arsitektur tradisional. Awalnya, masjid ini beratapkan gedek dengan konstruksi joglo. Kini, meskipun telah diperluas, masjid ini tetap mempertahankan karakter aslinya.
Baca juga: Soto Babat Kanigoro: Sensasi Gurih dari Blitar yang Melegenda
Tradisi spiritual seperti semaan Al-Qur'an, pembacaan Yasin, dan tahlil masih terus dilestarikan di masjid ini oleh generasi penerus.
Pemerintah desa juga berperan besar dengan memperluas akses jalan, memperbaiki infrastruktur, dan membuat makam serta masjid lebih mudah dijangkau.
Malam pun tiba di Kandangan. Gelap mulai menyelimuti makam Syekh Abu Na'im. Di antara batu nisan dan dinding masjid tua, kisah spiritual terus bergulir.
Syekh Abu Na'im tidak hanya membangun masjid. Beliau membangun kenangan, memelihara iman, dan mewariskan spirit perjuangan yang tak pernah pudar.
Naskah oleh: M. Najib Zam zami