(Foto: M. Najib Zam zami) |
Candi Sawentar bukan hanya sekadar tumpukan batu tua, tetapi juga menyimpan kisah mendalam tentang warisan leluhur kita.
Ketika pertama kali mengunjungi tempat ini, udara terasa dingin, dan matahari bersembunyi di balik awan. Purnawati, seorang ibu penjaga candi, menyambut dengan senyum penuh kenangan.
Baca juga: Berita Kehilangan STNK di Blitar
"Candi ini sudah ada sejak zaman dulu. Bahkan, saya sendiri tidak tahu kapan pertama kali ditemukan atau dibangun," ungkapnya.
Batu andesit yang membentuk candi ini bukan sekadar material. Setiap bagiannya menceritakan kisah spiritual yang sulit dijelaskan, bahkan dengan teknologi canggih sekalipun.
Dengan ukuran panjang 9,53 meter, lebar 6,86 meter, dan tinggi 10,65 meter, bangunan ini mungkin terlihat sederhana. Namun, angka-angka itu menyimpan sejarah yang mendalam.
Selain Candi Sawentar, terdapat pula Candi Sawentar 2 yang lokasinya tidak jauh dari situs utama. "Tahun 2000-an, kami tak sengaja menemukannya," ujar Purnawati tentang penemuan Candi Sawentar 2.
Saat itu, para pekerja yang tengah menggali sumur di dekat pasar menemukan batu keras yang ternyata merupakan bagian dari candi yang tersembunyi. Sejarah, seperti biasa, sering kali datang secara tak terduga.
Pintu candi di sisi barat dihiasi ornamen makara, makhluk mitologis yang seolah-olah masih memancarkan eksistensinya. Hiasan ini menjadi penanda bahwa bangunan tersebut merupakan tempat ibadah umat Hindu.
Relung-relung di bagian candi bercerita tentang keyakinan leluhur, bukan sekadar hiasan, melainkan bahasa simbolis yang kaya akan makna.
Di bilik utama, tersimpan yoni, simbol sakral dalam mitologi Hindu yang merepresentasikan Dewi Parwati, istri Dewa Siwa. Yoni bukan sekadar objek, melainkan simbol kehidupan, penciptaan, dan kesuburan yang sarat akan nilai filosofis.
Baca juga: Misteri Makam Gantung Eyang Djojodigdo di Blitar: Jejak Ilmu Pancasona dan Pesona Spiritual
Candi Sawentar bukan sekadar bangunan. Ia adalah kenangan hidup dari masa kejayaan Kerajaan Majapahit. Setiap batu yang menyusunnya seolah bernapas, membawa cerita tentang transformasi spiritual yang pernah mengalir di tanah Jawa.
Namun, waktu, cuaca, dan kelalaian manusia menjadi ancaman nyata. Meski telah ditetapkan sebagai cagar budaya, Candi Sawentar tetap rentan dilupakan.
Ketika senja mulai turun, candi ini kembali berbisik. Tanpa suara, tanpa gerak, ia berbicara kepada mereka yang mau mendengar. Sebuah pengingat bahwa peradaban tidak pernah benar-benar hilang.
Naskah oleh: M. Najib Zam zami