(Foto: istimewa) |
Berada sekitar 7 kilometer dari pusat Kota Blitar, warung ini berhasil menarik perhatian para pengunjung, baik warga lokal maupun dari luar kota seperti Malang, Surabaya, hingga Jakarta.
Didirikan oleh Supiati, seorang wanita 70 tahun yang akrab disapa Mak Ti, sejak tahun 2000, warung ini awalnya hanyalah dapur kecil di rumahnya. Namun, dengan meningkatnya popularitas, warung ini pun berkembang dan menyediakan tempat khusus untuk pelanggan.
Tidak hanya sekadar menyajikan makanan, Warung Mak Ti menawarkan cita rasa khas pedesaan yang masih diolah dengan cara tradisional, yakni menggunakan tungku atau luweng, bukan kompor gas. Proses memasak dengan kayu bakar ini memberikan aroma dan cita rasa unik yang jarang ditemukan di tempat lain.
Di Warung Mak Ti, pengunjung bisa menikmati aneka ikan sungai seperti nila, wader, dan mujair yang didapatkan dari Bendungan Karangkates di Kabupaten Malang.
Untuk menyajikannya, warung ini mengusung konsep prasmanan, di mana pelanggan bisa mengambil lauk dan sayur lodeh sepuasnya dengan harga terjangkau, yaitu Rp 15 ribu per porsi. Tidak heran, warung ini selalu ramai, dengan omzet harian berkisar Rp 2 juta hingga Rp 3 juta, dan bisa mencapai Rp 7 juta pada hari libur.
Dengan suasana pedesaan yang asri dan masakan bercita rasa rumahan, Warung Mak Ti menjadi tempat favorit bagi para pecinta kuliner.
Hidangan sayur lodehnya yang kental dan bumbu yang kaya membuat pengunjung merasa seperti makan di rumah sendiri. Warung ini bukan hanya tempat makan, tetapi juga tempat melestarikan cara memasak tradisional yang kian jarang dijumpai.