(Foto: Istimewa) |
Kota ini juga mendapatkan julukan sebagai Kota Koi karena keberhasilannya menjadi sentra budidaya ikan koi yang mendunia. Dengan kondisi alam yang mendukung, ikan koi telah menjadi primadona dan ikon kebanggaan masyarakat Blitar.
Sejarah budidaya koi di Blitar dimulai sejak tahun 1980-an. Konon, bibit pertama ikan koi dibawa langsung dari Jepang oleh Ratna Sari Dewi, istri Soekarno yang berasal dari Negeri Sakura.
Sejak saat itu, ikan koi terus berkembang, bahkan pada tahun 2020, Blitar mampu memproduksi hingga 260 juta ekor ikan koi per tahun.
Keberhasilan budidaya ini tidak terlepas dari faktor agroklimat Blitar yang ideal. Air dengan pH 7 hingga 7,5, suhu sekitar 30°C, serta kandungan oksigen yang cukup membuat ikan koi tumbuh sehat dengan warna yang indah.
Baca juga: Burung Kuntul di Alun-Alun Blitar: Antara Keindahan dan Mitos Mistis
Salah satu sentra budidaya terbesar berada di Desa Sumbersari, Kecamatan Sanankulon. Di sana terdapat lahan 30 hektare yang dikelola oleh kelompok peternak "Beringin Koi".
Dengan ratusan kolam, mereka menghasilkan jutaan ekor ikan koi berkualitas, termasuk yang pernah dijual seharga Rp10 juta per ekor.
Untuk menjaga kualitas, peternak rutin mengimpor pejantan koi dari Jepang. Menurut Ketua Kelompok Beringin Koi, Krisnowo, kualitas bibit asli Jepang tetap menjadi kunci keindahan ikan koi, khususnya pada pola warna dan bentuk tubuh.
Selain itu, dukungan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) sejak 2013 juga membantu peternak memperluas lahan dan meningkatkan produksi hingga 300%.
Blitar tidak hanya menjadi penghasil koi lokal berkualitas, tetapi juga turut melestarikan warisan budaya ikan hias ini. Dengan keunikan dan dedikasi masyarakatnya, Blitar semakin mantap menjadi pusat ikan koi terbaik di Indonesia.