(Foto: sasmita.blitarkab) |
Situs ini terdiri dari dua bangunan, yaitu candi induk dan candi perwara (pendamping). Sayangnya, kedua candi ini kini hanya berupa tumpukan batu bata dan andesit yang tidak beraturan, tanpa bentuk asli yang bisa dikenali.
Candi induk berukuran 5,4 x 5 meter dengan tinggi sekitar 1,1 meter, sementara candi perwara yang lebih kecil berukuran 3,1 x 3 meter dengan tinggi 1,09 meter. Keduanya terbuat dari batu bata dengan tambahan sedikit batu andesit.
Bagian tubuh dan atap kedua candi telah runtuh, menyisakan hanya fondasi. Di antara reruntuhan, masih terlihat tangga dari batu andesit, kemuncak, dan 11 umpak (penyangga tiang), yang memberikan petunjuk tentang struktur asli bangunan ini.
Umpak-umpak tersebut bervariasi dalam ukuran dan hiasan, beberapa di antaranya berhias ukiran yang rumit.
Menurut dugaan, tiang candi terbuat dari kayu dan atapnya mungkin menggunakan genteng, karena ditemukan kepingan genteng di sekitar situs. Namun, informasi lebih rinci tentang fungsi dan asal-usul candi ini masih samar.
Baca juga: Arca Ganesa Boro: Warisan Sejarah dan Mitologi dari Era Kerajaan Singosari di Sanankulon, Blitar
Sebagian ahli menduga bahwa Candi Bacem dibangun pada masa Kerajaan Majapahit dan digunakan sebagai tempat pemujaan dalam tradisi Hindu-Buddha.
Salah satu misteri terbesar di Candi Bacem adalah dua makam kuno yang ditemukan di dekat situs. Makam-makam ini dibuat dari batu bata kuno yang masih dalam kondisi baik, meskipun sejarah mereka tidak diketahui.
Terletak di belakang SDN Bacem 03, di bawah rindang pohon bambu, Candi Bacem menyimpan pesona tersembunyi yang memanggil rasa ingin tahu dan penghormatan terhadap sejarah Majapahit.