 |
| (Foto: sasmita.blitarkab) |
Situs ini terdiri dari 36 umpak batu yang tersusun rapi di atas permukaan tanah, menandakan adanya bangunan besar yang dulu pernah berdiri di sana.
Nama Balekambang sendiri berasal dari dua kata: "bale" yang berarti tempat singgah, dan "kambang" yang berarti mengambang, merujuk pada struktur bangunan yang tidak bersentuhan langsung dengan tanah, didukung oleh batu bata khas Majapahit sebagai alas.
Salah satu umpak di situs ini bertuliskan angka 1272 Saka atau 1350 Masehi, yang menandai era pemerintahan Ratu Tribhuwana Tunggadewi menjelang transisi ke Hayam Wuruk.Sejak lama, Balekambang dianggap sebagai tempat suci dan penuh mistis oleh masyarakat sekitar.
Hal ini tercermin dari kepercayaan bahwa situs ini dulunya digunakan sebagai tempat singgah dan bermusyawarah para raja dan pejabat Majapahit. Kini, masyarakat menggunakan situs ini untuk berbagai kegiatan spiritual, seperti meditasi, nyadran, hingga ritual slametan.
Baca juga: Kawasan Wisata Ekologi Puspa Jagad: Destinasi Asri dengan Sentuhan Kearifan Lokal di Blitar
Pada tahun 2009, Mukhiyar, seorang pensiunan juru pelihara Candi Penataran, membersihkan dan merawat situs ini. Upayanya mendapatkan pengakuan resmi dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur pada tahun 2012.
Situs ini juga menjadi tujuan wisata spiritual dan sejarah, meski memiliki nuansa mistis yang masih dirasakan hingga sekarang. Kisah-kisah mistis seperti penampakan harimau gaib dan suara gamelan pada malam hari menambah daya tarik Balekambang, membuatnya menjadi situs yang penuh misteri dan sakral di Kabupaten Blitar.
