(Foto: sasmita.blitarkab) |
Prasasti ini pertama kali dilaporkan oleh Thomas Raffles, seorang peneliti dan administrator kolonial Inggris, yang menemukannya saat mengunjungi hutan di daerah Lodaya. Prasasti ini terbuat dari batu andesit dengan bentuk kurawal, memiliki tinggi 170 cm, lebar atas 92 cm, lebar bawah 72 cm, dan ketebalan 43 cm.
Keunikan Prasasti Jaring tidak hanya terletak pada ukurannya yang besar, tetapi juga pada kondisi fisiknya yang miring.
Menurut juru pelihara, kondisi ini diduga akibat upaya untuk merubuhkan prasasti tersebut pada masa lalu. Meskipun demikian, prasasti ini tetap berdiri sebagai saksi bisu peradaban masa lalu.
Prasasti ini ditulis menggunakan bahasa dan aksara Jawa Kuno, mencantumkan angka tahun 1103 Saka, yang setara dengan 19 November 1181 M. Ini menandakan bahwa prasasti ini dibuat pada masa pemerintahan Raja Gandra dari Kerajaan Kediri, yang memiliki gelar lengkap Sri Kroncaryyadipa Handabhuwanamalaka Parakramani Anindita Digjayotunggadewanama Sri Gandra.
Baca juga: Candi Tepas: Warisan Majapahit yang Sarat Sejarah di Desa Tepas
Raja Gandra dikenal sebagai penguasa yang kuat dan bijaksana, dan Prasasti Jaring adalah satu-satunya titah Raja Gandra yang ditemukan hingga saat ini. Prasasti ini memegang peranan penting dalam memahami sejarah Kerajaan Kediri, terutama terkait kebijakan dan pemerintahan pada masa itu.
Keberadaan Prasasti Jaring menjadi bukti nyata kekayaan sejarah Indonesia, khususnya dari era Kerajaan Kediri. Prasasti ini tidak hanya menyimpan nilai sejarah, tetapi juga menjadi peninggalan budaya yang perlu dijaga dan dilestarikan untuk generasi mendatang.