(Foto: Dokumentasi PC PMII Blitar) |
Pada Selasa, 17 September 2024, puluhan anggota Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Blitar menggelar aksi bertajuk "Menolak Lupa September Hitam" di depan Patung Soekarno, Bendogerit, Kota Blitar. Mereka menuntut penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM yang hingga kini masih dibiarkan menggantung tanpa keadilan.
Massa aksi mengenakan pakaian hitam-hitam sebagai simbol duka, membawa poster berisi peristiwa kelam HAM masa lalu. Tidak hanya itu, sebagai bentuk protes terhadap kebungkaman selama 10 tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo, para peserta aksi juga melakban mulut mereka.
“Selama masa kepemimpinan Jokowi, kita masih menyaksikan kebebasan berpendapat dibungkam, baik dengan kekerasan dari aparat maupun melalui intimidasi di dunia maya,” tegas Siska Dwi Ningsih, Koordinator Lapangan aksi.
Aksi protes semakin dramatis ketika seluruh peserta kompak mengangkat kartu merah setelah tiupan peluit tanda protes. Kartu merah tersebut ditujukan kepada Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin, sebagai bentuk kecaman atas kegagalan mereka menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM.
Menurut PC PMII Blitar, kasus-kasus ini, seperti tragedi Tanjung Priok 1984 hingga kekerasan di Pulau Rempang 2023, mencerminkan kelalaian pemerintah dalam menegakkan keadilan.
Muhammad Thoha Ma'ruf, Ketua PC PMII Blitar, menyebut ada delapan peristiwa kelam yang terjadi di bulan September, termasuk pembunuhan Munir pada 2004 dan tragedi berdarah Reformasi Dikorupsi pada 2019.
Baca juga: PMII Komisariat UNU Blitar Gelar Diskusi Pengembangan Kompetensi Instruktur
Ia menegaskan bahwa kegagalan pemerintahan Jokowi dalam menyelesaikan kasus-kasus ini akan menjadi warisan hitam yang memalukan.
“Presiden berikutnya, Prabowo Subianto, punya tanggung jawab besar. Jika ia juga gagal, tak ada bedanya dengan Jokowi sama-sama gagal memperjuangkan HAM,” tegas Thoha.
Aksi ini menjadi pengingat bahwa sejarah kelam tidak boleh dilupakan dan keadilan harus segera ditegakkan.