 |
| (Foto: sasmita.blitarkab) |
Tepas berasal dari kata "kedaton" yang bermakna tempat persinggahan, menegaskan perannya sebagai lokasi penting dalam perjalanan para prajurit Majapahit menuju Candi Penataran.
Candi Tepas digunakan sebagai tempat ibadah, musyawarah, latihan, serta peristirahatan prajurit saat mereka melakukan perjalanan menuju pusat pendidikan di Candi Penataran.
Meskipun sempat terbengkalai dan baru ditemukan kembali oleh masyarakat pada tahun 1918, candi ini tetap menjadi saksi bisu kejayaan masa lampau. Terletak di ketinggian 415 meter di atas permukaan laut, Candi Tepas menawarkan nuansa sejarah yang kuat di tengah panorama pedesaan yang indah.
Salah satu hal yang membuat Candi Tepas unik adalah struktur bangunannya yang terbuat dari batu, berbeda dari candi-candi peninggalan Majapahit lainnya yang umumnya dibangun dari bata merah.
Meskipun begitu, pondasi candi tetap menggunakan bata dengan ukuran yang cukup besar dan tebal, mencerminkan teknik arsitektur kuno yang mengesankan. Candi ini juga tidak memiliki prasasti atau relief yang jelas, kecuali satu sudut yang masih utuh dan dihiasi lingga batu segi delapan sebagai penanda batas.
Menariknya, Candi Tepas hingga kini masih aktif digunakan dalam berbagai tradisi masyarakat, seperti nyadran, bersih desa, dan baritan.
Kegiatan-kegiatan ini bertujuan menjaga kerukunan masyarakat, memohon keberkahan, dan melestarikan budaya leluhur. Candi ini bukan hanya monumen sejarah, tetapi juga simbol kekayaan budaya yang tetap hidup di tengah masyarakat Desa Tepas.
Mengunjungi Candi Tepas tak hanya membawa Anda ke masa kejayaan Majapahit, tetapi juga memberikan pengalaman menyaksikan tradisi lokal yang masih terjaga hingga kini.
