 |
| (Foto: kebudayaan.kemdikbud) |
Di sekitar area candi, terdapat berbagai artefak arkeologis seperti yoni, umpak, pipi tangga, arca, jaladwara, bak air, dan prasasti yang dikenal dengan nama Prasasti Panumbangan. Artefak-artefak ini ditemukan di sekitar candi dan dikumpulkan di sekitarnya.
Candi Plumbangan menjadi tempat suci pada zaman Kerajaan Kediri. Hal ini dibuktikan dengan keberadaan Prasasti Panumbangan yang berangka tahun 1042 Saka atau 1120 Masehi.
Nama "Panumbangan" inilah yang menjadi asal-usul nama Desa Plumbangan saat ini. Dalam Kakawin Nagarakrtagama, pupuh LXXVII bait 1 dan 2, disebutkan bahwa Panumbangan merupakan daerah perdikan bagi para penganut agama Buddha, khususnya golongan bajradara.
Golongan ini adalah para pendeta yang tetap hidup berumah tangga dan beranak pinak. Prasasti Panumbangan sendiri sebenarnya tidak ditemukan di lokasi aslinya, melainkan sekitar 500 meter di sebelah timur gapura candi.
Berdasarkan informasi masyarakat, prasasti ini dahulunya berada di sebelah selatan desa sebelum dipindahkan ke dekat candi.
Baca juga: Candi Mleri: Jejak Pendharmaan Raja Wisnu Wardhana di Blitar
Candi Plumbangan juga diperkirakan berfungsi sebagai gapura masuk suatu area suci atau tempat penting di masa lalu. Pelestarian candi ini telah dimulai sejak masa kolonial Belanda dengan pencatatan oleh para peneliti seperti Hoepermans, Leemans, Knebel, dan lainnya.
Pada tahun 1935, Dinas Purbakala mengadakan pemugaran pertama kali. Hingga kini, candi tersebut dirawat melalui konservasi berkala dan dilengkapi dengan juru pelihara untuk menjaga kelestariannya sebagai salah satu warisan budaya yang penting di Blitar.
