Bicara Blitar--Lembaga Kajian Hukum Nasional (LKHN) menggelar diskusi guna menyikapi polemik perpanjangan masa jabatan kades di Aula Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Tulungagung, Sabtu (11/2/2023).
Ketua LKHN, Yusron Mustofa mengatakan, wacana perpanjangan masa jabatan kades dinilai kurang tepat. Dia khawatir dengan perpanjangan itu justru jabatan kades terlalu lama hingga 27 tahun yang berpotensi terjadinya penyimpangan.
“Soal masa jabatan, kita kembali mengingat pernyataan dari Lord Acton, yang menyatakan power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely. Kekuasaan yang tidak terbatas akan menghasilkan kekuasaan yang cenderung korup. Padahal semangat dari konstitusionalisme adanya pembatasan kekuasaan,” katanya.
Oligarki: Dia menyebut, kekuasaan yang dibiarkan cukup lama juga akan berpotensi membangun oligarki. Ditambah dengan adanya prinsip kedaulatan desa yang menjadi prinsip dasar dalam Undang-Undang 6 Tahun 2014 tentang desa.
“Di mana dapat mengatur dan mengurus prioritas anggarannya sendiri, mengatur rencana pembangunan desanya sendiri, bahkan kewenangan memilih dan menempatkan perangkat desa,” tandasnya.
Kepentingan Pemilu: Sekretaris Jenderal (Sekjend) LKHN, Wahid Ilham menambahkan, isu perpanjangan masa jabatan kepala desa itu berkaitan dengan kepentingan di Pemilu 2024. Pasalnya usulan perpanjangan masa jabatan ini digencarkan mendekati momentum pemilu 2024.
Dia khawatir perpanjangan masa jabatan kades malah menjadi proyek sponsorship untuk memperpanjang masa jabatan kepala desa.
“Asumsi saya, ini ada indikasi main mata antara aliansi kades dengan beberapa partai di parlemen. Pasalnya DPR yang terkesan mudah dalam memberikan izin dukungan usulan perpanjangan masa jabatan 9 tahun, DPR mestinya bisa lebih kritis,” katanya.
Sementara itu, Koordinator Tenaga Ahli Kementrian Desa RI, Guminto mengatakan, ada beberapa faktor yang membuat jabatan kepala desa ini menjadi sangat prestisius dan menarik untuk diperenbutkan.
“Desa saat ini memiliki anggaran desa pertahun yang cukup besar, dan wewenang kepala desa yang cukup leluasa untuk mengatur pemerintahannya sendiri,” ujarnya.
Bahkan, kata dia, kepala desa yang dulunya hanya memperoleh gaji dari tanah kas desa (bengkok), saat ini sudah mendapatkan gaji sendiri. Selain itu juga masih ada anggaran operasional kepala desa juga cukup besar.
“Faktor-faktor inilah yang juga perlu dibaca mengapa para kades menyuarakan penambahan masa jabatannya menjadi 9 tahun, karena suatu usulan tidak mungkin berangkat dari ruang kosong," tandasnya.