Bicara Blitar--Peristiwa langka terjadi saat acara wisuda Universitas Islam Balitar (Unisba) Blitar ke XVII di Hall Kampung Coklat, Kabupaten Blitar, Sabtu (17/12/2022).
Wisudawan bernama Muhammad Thoha Ma'ruf meminta sang rektor Unisba Blitar, Soebiantoro untuk memotong rambut gimbalnya saat tiba giliran diwisuda.
Saat datang ke lokasi wisuda, Mandataris Sekretaris Umum Pengurus Cabang (PC) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Blitar itu datang ke tempat wisuda seperti mahasiswa yang lain, yakni mengenakan atribut wisuda.
Bedanya, dia membawa gunting yang digunakan untuk memotong rambut.
Pada saat namanya dipanggil, mahasiswa lulusan Fakultas Pertanian ini langsung bergegas menuju ke atas panggung. Kemudian mendekat ke rektor Unisba Blitar dan menyodorkan gunting.
Sontak, sang rektor tersenyum dan mengabulkan permintaan mahasiswa yang berambut gimbal tersebut. Setelah itu, barulah kuncir pada toga dipindahkan oleh rektor.
Ma'ruf bersyukur rambutnya bisa dipotong rektor saat prosesi wisuda. Baginya hal tersebut merupakan sesuatu yang bermakna.
"Tidak ada nadzar apapun mengapa saya meminta rektor memotong rambut ini. Akan tetapi saya ingin meninggalkan sesuatu yang mengenang di kampus ini," katanya.
Menurutnya, potong rambut saat wisuda merupakan simbol pelepasan status mahasiswa dan harus kembali lagi kepada masyarakat untuk mengabadikan diri.
Saat rambutnya dipotong, Mandataris Sekretaris Umum PMII Blitar 2022-2023 ini juga meminta rektor memberikan pesan dan harapan kepadanya setelah tidak lagi mengenyam bangku perguruan tinggi.
Alasan rambut gimbal
Mahasiswa yang pernah mengikuti program pertukaran Mahasiswa Indonesia - Thailand ini menyebut, alasannya menggimbal rambut bukan tanpa alasan. Melalui rambut gimbal dirinya menyelipkan sebuah pesan tersirat.
"Rambut gimbal adalah bentuk kreativitas dalam seni mengelola dan menata rambut. Memang jarang orang yang memilih menggimbal rambutnya, tapi mempunyai nilai tersendir," katanya.
Begitupun, kata dia, saat dunia perkuliahan. Apabila kampus tidak diwarnai dengan kreativitas dari seluruh civitas akademika, maka keberadaan kampus tidak akan bisa melahirkan ide-ide segar kepada masyarakat.
"Kampus harus diwarnai dengan pertukaran ide dan gagasan. Harus ada dialektika di dalamnya, sehingga pikiran dari civitas akademika tidak akan mati," pungkas mantan Ketua Komisariat PMII Unisba Blitar 2020-2021 ini.
Tags
Berita