Kantor Desa Ngadipuro. (foto: google maps) |
Jumlah KK yang mendiami wilayah Ngadipuro waktu itu hanya 10 KK sampai 11 KK, itupun hanya pendatang. Seseorang tersebut terpaksa membuka lahan untuk dijadikan tempat bermukim juga sekaligus ladang pertanian.
Nah, lambat laun salah satu dari keluarga mereka yang berada di luar daerah memberitahu keadaannya. Keluarga yang ada di luar daerah datang menengoknya untuk bersilaturahmi.
Sesampainya di desa tujuan, lama kelamaan orang tersebut tertarik dengan panorama desa yang sangat tentram dan aman. Akhirnya orang itu ikut bermukim dan daerah tersebut belum diberi nama.
Melihat keadaan daerah yang begitu strategis, orang lain ikut berbondong-bondong ikut bermukim, misalnya dari Ponorogo, Trenggalek, dan Tulungagung. Lama kelamaan bertambah penduduknya dan bertambah ramai.
Dari situlah terciptalah nama desa yaitu Ngadipuro. ”Ngad” artinya Ngabdi, ”Puro” artinya Ngapuro. Nama tersebut diberikan karena Ngadipuro adalah desa yang aman dan tentram.
Setelah menjadi desa, masing-masing tanah dibidang lantas dilangsir oleh agrarian dan memilih tokoh masyarakat dijadikan kamituwo.
Wilayah Ngadipuro pernah menjadi bagian dari wilayah Ngeni. Dari tahun ke tahun akhirnya wilayah Ngadipuro, tepatnya tahun 1971 lepas dari wilayah Ngeni.
sumber: website Desa Ngadipuro